Harie.Id, Takengon – Lengkung Paruk, merupakan salah satu Aneka sifat manusia perspektif Gayo yang digambarkan dalam buku “Jirim Jisim” terbit pada tahun 2022 lalu melalui penerbit Mahara Publishing.
Buku tersebut ditulis oleh Banta Cut Aspala, adalah Ketua Majelis Adat Gayo (MAG) Aceh Tengah, Kamaruddin, Anggota bidang pendidikan dan Karmiadi Ketua Bidang Pendidikan di lembaga Adat itu periode 2020-2024.
Beraneka ragam sifat manusia perspektif Gayo digambarkan didalam buku ini, salah satu yang dikupas dalam tulisan ini adalah Lengkung Paruk.
Buku ini disusun secara sengaja oleh penulis dengan harapan agar kiranya dapat dijadikan sebagai bahan koreksi diri dan di ambil hikmah yang baik dengan harapan agar manusia menjadi insan yang berbudi pekerti dan ber-ahlak mulia.
Karena materi yang termuat dalam buku ini sarat dengan sikap dan prilaku manusia yang baik maupun sikap yang buruk yang berlaku dalam kehidupan manusia sehari-hari.
Lengkung Paruk merupakan Istilah yang menggambarkan tentang sifat manusia dengan ciri – ciri, seseorang sangat lihai memanfaatkan situasi dan kondisi dengan menyelipkan kepentinganya pada suatu proses atau peristiwa dengan tujuan suatu saat akan meraup keuntungan di kemudian hari.
Sebagai contoh kongkrit, salah satu kampung akan membuat peraturan tentang desa, lalu seseorang mencoba menambah atau mengurangi dan menyelipkan pasal- pasal dengan tujuan suatu saat nanti beliau akan memperoleh hasil dari perubahan peraturan itu.
Bahkan, parah nya lagi, menghapus pasal-pasal yang dapat merugikan dirinya.
Contoh lain, di satu tempat ada sekelompok orang yang akan mendirikan perusahaan besar, lalu mayoritas masyarakat disana menolak kehadiran perusahaan itu karena akan membawa dampak yang berbahaya berupa kerusakan pada lingkungan.
Namun segelintir orang justru mendukungnya karena mereka berharap suatu saat akan memdapat ganti rugi lahan atau mengharap keuntungan lain bila perusahaan itu berdiri.
Contoh lain yang menggambarkan sifat ini berupa, seseorang sedang diberi kepercayaan memimpin sebuah lembaga atau institusi, pada saat akan merekrut anggotanya untuk menduduki jabatan tertentu, namun iya memilih orang-orang terdekatnya (kroni) padahal orang lain masih banyak yang layak untuk menduduki jabatan tersebut.
Prilaku yang satu ini acap kali membuat orang lain merugi dan dirugikan. Sebagai contoh lain, dalam sebuah lembaga yang telah memiliki aturan atau regulasi tersendiri dibuat oleh Pemerintah.
Misalnya, terkait masalah pengangkatan jabatan Pengganti Antar Waktu (PAW) di sebuah lembaga, semestinya dilakukan lewat keputusan musyawarah dan pemilihan berdasarkan suara terbanyak, namun oleh oknum tertentu dan untuk kepentingan tertentu aturan yang telah ditetapkan sebelumnya dirubah, karena berpotensi tidak menguntungkan pihaknya.
Sebaliknya, manakala peraturan itu menguntungkan pihaknya maka oknum tersebut kekeh mempertahankan aturan tersebut harus dijalankan dan dipertahankan. (**)
Sumber [Jirim Jisim]