Harie.Id, Takengon – Tutur di dataran tinggi Gayo masih terus Lestari penggunaanya, termasuk Kawe, namun dari sebahagian generasi muda masih kesulitan mencerna maksud dari tutur yang satu ini.
Kawe adalah tutur atau panggilan dari saudara perempuan dari suami (Dengan-red Gayo) kepada saudara perempuan dari istri atau sebaliknya.
Tutur ini terbentuk karena adanya tali pernikahan dalam masyarakat Gayo. Tutur Kawe merupakan tutur yang termasuk kedalam kelompok tutur fungsional.
Secara nilai tutur, kawe dijadikan sebagai salah satu tutur yang termasuk tutur temas.
Dalam interaksi antara sesama tutur, Kawe dapat dijadikan sebagai mitra komunikasi lepas, namun tetap mengedepankan nilai tertib dan sopan.
Dalam bahasa adat Gayo disebut dengan “Sicemak Enti Amat – Amat, Sikemali Enti Peperi”. Arti kata ini mengandung muatan nilai Sumang dan Kemali.
Kendatipun tutur kawe termasuk kedalam tutur temas, dalam proses berinteraksi dengan tutur lain misalnya tutur Tuen, tutur kawe berubah menjadi tutur beret, tidak lagi berlaku komunikasi lepas sebagaimana lepasnya komunikasi antar Kawe dengan Kawe.
Dalam kaitannya antara tutur Kawe dengan Kile di dalam satu rumpun keluarga, maka kedua tutur ini akan berubah menjadi tutur Menduwe (tutur antara Kile dengan Pemen)
Dalam hukum adat pernikahan Gayo pada jaman dahulu, tutur Kile kerap dijadikan sebagai anak Angkap (jika ini terjadi maka akan dibekali dengan fasilitas penunjang keberhasilan hidup).
Biasanya dikenal dengan “Ume Si Mutempehe, Umah Si Muruange”.
Sementara keberadaan tutur Pemen sering berasal dari sebuah ketentuan adat yakni berasal dari Anak Juelen. | HARIE