Harie.Id – Takengon – Mempercepat upaya penyelesaian sengketa lahan pembangunan mega proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Peusangan 1 & 2 di Kabupaten Aceh Tengah, PT.PLN Persero meminta pendampingan hukum ke Asisten Perdata dan Tata Usaha Negara (Asdatun) dari Kejaksaan Tinggi Aceh.
Atas permintaan tersebut, Rahmat Azhari selaku Asdatun Kejaksaan Tinggi Aceh bersama tim melakukan kunjungan untuk melihat lahan yang menjadi sengketa di Desa Sanehen, Kecamatan Silih Nara.
Kata Azhari, kehadirannya tersebut atas permintaan dari PT. PLN Persero untuk melakukan pendampingan hukum.
“Kehadiran kita disini dari tim jaksa Pengacara Negara pada Kejaksaan Tinggi Aceh, dalam kapasitas kami sebagai pendampingan hukum, dimana pihak PLN memohon ke kami terkait pembangunan PLTA di kampung ini,” katanya kepada Harie.Id, Selasa 10 Mei 2023.
Tim turun langsung melihat lokasi dan mendengar keluhan – keluhan dari masyarakat setempat.
Pihaknya akan mengambil langkah-langkah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku di Negara Republik Indonesia.
“Masukan – masukan dari masyarakat sudah kita tampung, mereka mengaku masih terdapat tanah yang belum dibayar oleh PLTA, tadi sudah banyak menyampaikan unek – unek nya,” kata Azhar sembari menyebut selanjutnya akan dikoordinasikan dengan pihak terkait.
Terpisah, Rahmat Maulidin Penasehat Hukum masyarakat dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Banda Aceh mengatakan, masyarakat hanya meminta sisa tanah yang belum di bebaskan oleh management PT. PLN Persero.
“Ada selisih ukur yang didapati dari hasil verifikasi dan validasi yang di lakukan oleh tim dan Pemerintah Daerah Aceh Tengah, ada estimasi 9000 sampai 11000 meter persegi lahan milik 42 masyarakat dan 117 rumah yang belum di bebaskan,” katanya.
Menurutnya, tim verifikasi dan validasi dalam melakukan pengukuran ulang disebut mengunakan data pembebasan lahan tahun 1997 dan 2000.
Menurutnya, tidak ada alasan pihak PT. PLN atas tanah masyarakat, berdasarkan data pembebasan lahan di tahun 1997 dan 2000.
Pengacara muda ini juga menyebutkan, masyarakat tidak ada niat untuk melakukan penghambatan pembangunan Proyek Strategis Nasional (PSN).
Hanya saja masyarakat meminta pihak PT. PLN untuk membayarkan sisa tanah milik 34 masyarakat yang belum di bayarkan.
“Kita Berharap adanya political will dari Pemerintah daerah, dalam hal ini faktor pemindahan dengan menghidupkan kembali hasil vrefikasi dan validasi yang mereka buat sendiri,” ucapnya
Rahmad mewakili masyarakat juga berharap agar PT PLN mampu menjawab tuntutan masyarakat Silihnara sesuai dengan total lahan yang belum dibayarkan,
“Dari data yang kami terima, ada sebanyak 39 warga memiliki lahan dan 117 rumah yang belum dibebaskan oleh PT PLN,” tutupnya. | HARIE / Arinos