Carut Marut ZNT, Terkesan Coba Coba Hingga Desak Cabut Kepbup Aceh Tengah

22
SHARES
123
VIEWS

Oleh | Razikin Akbar

HARIE.ID, TAKENGON | Pasca terbitnnya produk hukum berupa Surat Keputusan Bupati Aceh Tengah Nomor: 590/331/DPKAT/2023 tertanggal 5 Juni 2023, Tentang Penetapan Hasil Zona Nilai Tanah dalam penentuan nilai pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah Bangunan (BPHTB) di kecamatan Kebayakan, Bebesen, Lut Tawar, Bies, Pegasing dan Bintang.

Surat keputusan tersebut telah menimbulkan polemik yang kian hari semakin carut marut ditengah-tengah masyarakat, terutama perihal kewajiban BPHTB dengan kisaran tinggi dikarenakan pada saat penerbitan sertifikat, Badan Pengelola Keuangan Kabupaten (BPKK) yang bertugas sebagai pihak melakukan validasi menentukan biaya pajak daerah berdasarkan SK Bupati tersebut dinilai amat membebani masyrakat.

BACA JUGA

Isu tersebut kemudian menjadi buah bibir di tengah-tengah masyarakat yang sudah berurusan atau terdampak dari kebijakan PJ Bupati ini.

Beranjak dari keluh kesah masyarakat tersebut, membuat hati nurani para aktivis, praktisi hukum dan teman-teman dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) untuk meminta agar segera melakukan pengkajian terhadap pokok permasalahan atas lahirnya SK tersebut beberapa waktu yang lalu.

Kemudian diskusipun terlaksana pada Sabtu, 23/9/2023 bertajuk Diskusi Sabtuan dengan tema “Hiruk Pikuk Masalah Pajak Tanah di Aceh Tengah”. Diskusi ini pun dihadiri oleh puluhan masyarakat dari berbagai unsur.

Sebagai pengingat, kajian diskusi yang rencananya akan dilaksanakan setiap hari sabtu tersebut sama sekali tidak disponsori oleh pejabat publik atau pihak yang berkepentingan manapun. Diskusi terlaksana secara swadaya dari kita untuk kita, hal ini disampaikan sebagai pengingat apabila ada yang berpikir kegiatan ini disponsori oleh aktor kepentingan.

Kembali ke catatan diskusi sabtu lalu, pertemuan tersebut diawali oleh pembicara pertama yang ditunjuk oleh Idrus Saputra selaku moderator, yaitu Kepala Dinas Pertanahan, Erwin Pratama yang menjadi salah satu leading sektor penerapan Keputusan Bupati tersebut. Sebagai pembuka, ada beberapa poin yang disampaikan oleh Erwin, pertama ia menyebut, Kabupaten Aceh Tengah adalah Kabupaten yang dinilai tertinggal dalam penentuan ZNT.

“Tujuan dari aturan ini adalah agar bisa mengetahui berapa harga pasar dari nilai tanah di Aceh Tengah, baik di kota maupun di tingkat desa,” ujar Erwin.

Didalam diskusi tersebut, Erwin mengungkapkan bahwa terkait penerapan kebijakan pemerintah pasti memunculkan pro kontra di tengah-tengah masyarakat.

“Dalam hal ini, kita tidak melihat benar salahnya. Namun yang paling penting bagaimana penerapan dari SK bupati tersebut,” ungkap Erwin.

Disisi lain, Kepala Bidang Pendapatan Badan Pengelolaan Keuangan Kabupaten Aceh Tengah, Anhar didalam diskusi menyatakan bahwa tujuan dari kebijakan Pj bupati tersebut adalah untuk melakukan validasi pajak sebelum akta tanah diterbitkan. Sebab menurutnya hal tersebut dilakukan demi menghindari upaya penghilangan fungsi pajak.

“Sebelum dilakukan validasi pajak, akta tanah tidak boleh diterbitkan. Ada kewenangan kami disana, saya berhak menolak untuk tidak menandatanganinya,” tegas Anhar.

Didalam diskusi saat itu, Anhar juga menyatakan bahwa ZNT ini sangat penting. Sebab manfaatnya menurut Anhar untuk menentukan nilai pasar, karena NJOP Aceh Tengah belum pernah dimutakhirkan sejak tahun 2013.

“Pemutakhiran seharusnya dilakukan minimal 3 tahun sekali,” ucap Anhar.

Di sisi lain, sebagai pembicara sekaligus perwakilan dari DPRK Aceh Tengah. Khairul Ahadian berbicara lumayan normatif dalam diskusi sore itu, lelaki yang kerap disapa Erol tersebut berujar bahwa idealnya di tahun 2010 kita sudah membuat zonasi besaran harga di masing-masing wilayah Aceh Tengah yang menjadi dasar pembelian nilai tanah. Ia kemudian berharap agar dalam melahirkan kebijakan publik seperti SK Bupati ini agar semestinya dilakukan public hearing sebelum diterbitkan.

“Mengapa analisis yang dilakukan bapak-bapak tidak dilakukan public hearing, itu penting karena masyarakat sebagian belum tahu (Kepbup) itu. Akibatnya masyarakat banyak yang komplain dimana-mana,” Kata Erol Ahadian.

Didalam diskusi itu, Khairul juga berharap dalam penerapan kebijakan terkait pajak. Kenaikan pajak seharusnya dilakukan secara perlahan.

“Kenaikan pajak seharusnya perlahan saja, jangan langsung tinggi sehingga membuat masyarakat terkejut saat berurusan dengan pajak. Kemudian kita juga banyak lost control terhadap (pajak) beberapa hal, seperti getah pinus, pasar dan lain-lain,” katanya.

Lalu sebagai pembanding dalam diskusi, Abza Karanesa selaku pembicara yang berprofesi sebagai notaris menyatakan bahwa keputusan terkait ZNT ini menjadi viral karena masyarakat baru memahami fungsi dan dampak dari kebijakan itu.

“Terkait kebijakan ZNT, ada beberapa keluhan masyarakat yang terkejut dengan nilai-nilai yang terlampir dalam aplikasi yang diterbitkan oleh BPKK Aceh Tengah. Sebagian nilainya sesuai, sebagian lagi tidak sesuai. Inilah yang menjadi problem di masyarakat, sehingga masyarakat ada yang mengeluh hingga marah,” ujar Abza.

Abza juga mengingatkan bahwa sejak terbitnya Kepbup terkait ZNT ini, proses pembuatan Akta Tanah tidak seperti dahulu lagi. Hal inilah yang menjadi keluhan masyarakat, sebab banyak proses menurut Abza yang harus dilakukan dahulu. Mulai dari dilakukan pengukuran hingga harus berurusan ke Bireuen untuk menerbitkan Akta Tanah.

“Kalau dulu cukup bawa KTP penjual dan pembeli, kemudian ada sporadiknya maka terbit Aktanya. Namun saat ini masyarakat banyak yang kesulitan dalam memproses pembuatan akta karena adanya beberapa persyaratan lainnya yang harus dipenuhi,” ungkap Abza.

“Terkhusus terkait tanah warisan, ada harapan masyarakat untuk disampaikan kepada pihak keuangan agar tidak menggunakan kebijakan ZNT dalam menerbitkan Akta. Namun menggunakan NJOP, karena tidak ada nilai transaksi dalam hal peralihan tanah warisan ke ahli waris,” tambah Abza.

Catatan Terkait Diskusi

Terdapat beberapa catatan yang disimpulkan oleh panitia setelah mendengarkan penjelasan para pembicara dan mempertimbangkan pernyataan dan pertanyaan yang disampaikan oleh para audien dalam diskusi tempo lalu.

Pertama, Kabid pendapatan yang mewakili Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Kabupaten (BPKK) Aceh Tengah yang merupakan pelaksana dari Keputusan Bupati tersebut. Penjelasan tentang dampak positif dari sudut pandang pemerintah Aceh Tengah yang menegaskan pentingnya Zona Nilai Tanah diterapkan, kebijakan tersebut terkesan tidak populis di tengah-tengah masyarakat karena implementasinya mendapat banyak keluhan dari masyarakat yang berkepentingan dengan urusan Akta Tanah. Walaupun digadang-gadang kebijakan tersebut menjadi potensi besar sebagai solusi inovatif yang mampu meningkatkan sumber pendapatan daerah saat ini.

Memang sloganPajak te kin daerah te” yang disematkan Kabid Keuangan untuk menaikan citra penerapan zona nilai tanah karena selama ini dianggap terjadi kebocoran uang daerah melalui pajak peralihan hak atas tanah pada era sebelumnya terlihat baik dari sisi pemerintahan, namun terkesan menyulitkan di tengah-tengah masyarakat.

Kemudian dari sudut pandang yuridis  peraturan perundangan-undangan, surat keputusan Pj Aceh Tengah tersebut tidak memiliki dasar hirarki yang jelas. Minsalnya dalam menimbang poin (b), dicantumkan ada kesan SK ini merupakan turunan atau merujuk pada Qanun No 3 tahun 2010 tentang pajak daerah. Namun setelah kita pelajari, tidak ada satu pasal pun yang menyatakan bahwa zona nilai tanah ditetapkan melalui Surat Keputusan Bupati, yang ada isi dari pasal 61 ayat 3 berbunyi tentang penetapan besarnya NJOP sebagaimana di ayat 2 ditetapkan oleh bupati. Artinya kewenangan bupati hanya menentukan nilai NJOP utk pemungutan PBB.

Lalu dari sudut pandang filosofis, dalam menimbang poin (a) penyusunan zona nilai tanah. Kita selaku masyarakat tidak begitu paham dan mengerti apa saja dokumen dan apa saja output yang sebenarnya dari penerapan keputusan ini. Ada suara-suara sumbang dari masyarakat juga yang menanyakan mengapa kebijakan ZNT tidak diterapkan di semua Kecamatan Aceh Tengah, masyarakat menilai kebijakan ini ada indikasi pesanan sponsor. Hal tersebut lumrah muncul di tengah-tengah masyarakat yang terus bertanya dan menduga-duga.

Lalu kemudian, sepertinya tidak ada dasar hukum yang kuat bahwa BPHTB pajak daerah dalam upaya validasi yang dilakukan oleh Kabid pendapatan BPKK Aceh Tengah menjadikan surat keputusan bupati tentang ZNT tersebut sebagai dasar pungut pajak.

Namun pada prakteknya, Kabid pendapatan tersebut dengan bermodal SK bupati yang ada, dengan segera menerapkan Zona Nilai Tanah tanpa adanya petunjuk teknis yang menyertainya secara jelas. Sehingga wajar masyarakat menilai pelaksanaan dan penerapan kebijakan Zona Nilai Tanah diduga dilaksakan dengan insting coba-coba yang terkesan amatiran dan ini jelas sangat berdampak terhadap kehidupan sosial masyarakat Aceh Tengah.

Sehingga setelah menyimpulkan beberapa masukan pernyataan dan pertanyaan dari para audien yang merupakan bagian dari unsur-unsur masyarakat, diharapkan agar Pj Bupati Aceh Tengah dapat segera  membatalkan Surat Keputusan tersebut. Ada beberapa pertimbangan alasan, diantaranya momen terbitnya kebijakan tersebut dinilai tidak tepat. Dikarenakan dengan keluarnya UU no 1 tahun 2022 tentang hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan  daerah, dalam undang-undang ini sudah jelas mengatur terkait BPHTB. Kiranya Pemkab membuat perubahan Qanun terbaru soal pajak daerah, baru selanjutnya turunannya Pemkab membuat SK terkait NJOP.

Terakhir diharapkan agar kiranya Pj Bupati Aceh Tengah dapat segera membatalkan Keputusan Bupati Aceh Tengah tentang Penerapan ZNT dan mengevaluasi pihak-pihak yang dianggap sebagai aktor intelektual penyebab polemik ini terjadi serta menempatkan orang yang tepat dalam mengisi posisi ini, karena penerapan kebijakan yang mereka lakukan jelas telah membuat masyarakat resah.

Penulis adalah koordinator Diskusi Sabtuan

BERITA TERKAIT

BERITA TERKINI