Mu Naik Due Sekenak, Urusan Runyam Tuan Kadi

Jarang terdengar ditelinga kita saat ini istilah “Mu Naik Due Sekenak“, kata kata ini adalah bahasa Gayo, bahkan tercantum dalam Pasal 45 Nenggeri Linge.

Jelas tercatat didalam Pasal 21, kata – kata ini ternyata terkait urusan muda – mudi yang hendak menikah, namun banyak kendala – kendala yang harus mereka hadapi.

Namun, dalam istilah ini bukanlah menceritakan tentang seorang lelaki meminta menikah “memaksa” dengan mendatangi Imam kampung.

BACA JUGA

Namun, keinginan menikah lantaran beratnya beban yang harus dipikul, seperti tinggi nya mahar yang harus di penuhi sesuai permintaan orang tua. Bahkan, yang paling pahit, Cinta tak direstui orang tua.

Mungkin, orang tua punya pilihan lain untuk mendampingi anak nya, sedangkan, anak nya sendiri telah memiliki “pilihan” untuk menemaninya hingga hari tua nanti.

Istilah Munaik Due Sekenak ini, apabila seorang gadis lari minta dinikahi oleh laki- laki di pasak lain yang tidak terlalu jauh letaknya dan memungkinkan ditempuh oleh seorang anak gadis, artinya antara pasak si gadis dan pasak si lelaki pilihannya, medan nya tidak berbahaya maka si gadis pun pergi ke tuan kadi.

Tuan Kadi adalah sebutan untuk Tengku Kali atau Tengku Imam di pasak si lelaki. Perkawinan ini atas dasar suka sama suka dan besar keinginan keduanya untuk menikah.

Niat keduanya pun “terancam” gagal, di karenakan suatu hal, ditentang oleh pihak orang tua maka si gadis pergi ke Tuan Kadi (Tgk Kali) dikampung si lelaki meminta agar dinikahkan.

Beda dengan istilah Munik, hanya keinginan dari sebelah pihak. Kalau ini karena kedua nya sama sama suka dan ingin menempuh kehidupan rumah tangga berdua. Atau trend nya disebut “Kawin Lari”.

Kawin lari merupakan jenis perkawinan yang terjadi dengan larinya seorang laki-laki dan perempuan dari rumah masing-masing dengan maksud untuk menikah.

Hal ini dijadikan sebagai suatu solusi agar pihak keluarga dapat memberikan izinnya terhadap pasangan tersebut untuk melangsungkan perkawinan.

Kalau memungkinkan, Tuan Kadi akan menikahkan, namun memberitahukan dulu kepada keluarganya atau wali si perempuan  dan si lelaki.

Tuan Kadi sangat berperan dalam perkara Asmara ini. Harus betul – betul menyikapi dengan hati, supaya tidak terjadi komplik keluarga diantara keduanya.

Menurut paham orang Gayo, kasus seperti ini adalah memalukan pihak kampung si perempuan, tapi yang namanya anak, lambat laun akan diterima juga.

Tidak semua keinginan dapat dicapai dengan cara mulus, begitu juga dengan keinginan berumah tangga, meski telah ada kecocokan dan kesepahaman saling suka sama suka. Kerap terjadi, bahkan, luput dari restu orang tua dengan alasan tertentu.

Maka, sering terjadi seorang perempuan pada masa nya nekat meminta “Segera” di nikahkan, dengan seorang pemuda idaman nya, meski menentang adat tapi dibenarkan bersyarat dan dengan segala konsekwensinya.

“Sudahlah…. Tidak perlu muluk – muluk, menikah lah dengan yang pasti dan telah mendapat restu dari orang tua, sepertinya saat ini tidak ada lagi orang tua yang ingin anak nya menderita gegara urusan Asmara. Toh bukan orang tua nya yang menjalani pernikahan itu.. Masa itu sudah berlalu. Namun, tetap dikenang sebagai pelajaran dan nikmati perjalanan itu dengan tak melanggar nilai – nilai adat”…

Istilah Munaik Due Sekenak ini sudah di tulis oleh Bentara Linge, dalam buku nya berjudul “Totor dalam masyarakat Gayo”.

Diluncurkan pada April 2023 lalu, melalui Penerbit Mahara Publishing.

BERITA TERKAIT

BERITA TERKINI