Optimalisasi PAD Lewat Sistem Tapping Box, Inovasi Berkelas Genjot Pajak Daerah

23
SHARES
128
VIEWS

HARIE.ID, TAKENGON | Dalam rangka mengoptimalisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor pajak menggunakan sistem Electronic Fiscal Device (EFD) merupakan inovasi berkelas yang tengah dilakukan oleh Badan Pengelola Keuangan Kabupaten (BPKK) Aceh Tengah khususnya dari bidang pendapatan.

Menurut Kepala BPKK Aceh Tengah, Arslan Abd Wahab melalui Kabid Pendapatan, Anhar mengatakan, upaya yang dilakukan tersebut untuk meminimalisr potensi terjadinya kebocoran pajak daerah atau potensi hilang nya pajak daerah kerana tidak dilakukan nya pemungutan.

Pada awal triwulan pertama, saat dilakukan rapat evaluasi pendapatan daerah yang dipimpin langung oleh Pj Bupati Aceh Tengah, Teuku Mirzuan, saat itu disimpulkan, harus ada inovasi daerah dalam hal menggenjot Pendapatan Asli Daerah (PAD).

BACA JUGA

“Lalu dari bidang pendapatan BPKK Aceh Tengah melihat potensi mana yang masih lemah untuk diperbaiki mulai dari sistem dan yang lain. Pengadaan sistem JFD ini adalah suatu upaya dalam hal pembenahan sistem PAD,” kata Anhar kepada HARIE.ID, Kamis 30 November 2023.

Jika sistem tersebut mulai beroperasi di Kabupaten berhawa sejuk itu, otomatis PAD akan lebih transfaran dan lebih akuntabilitas untuk dapat di pertangungjawabkan. Usulan pengadaan ini mencuat di gedung DPRK melalui ketua Fraksi Golkar, Muchsin Hasan.

Ternyata, tahun hun 2022 lalu, BPKK Aceh Tengah telah menggaet PT Cartenz dalam hal pengadaan sistem pengelolaan pajak Smart Government. Sistem tersebut telah tersedia. Sebelum sistem ini menjadi inovasi daerah, pihak nya hanya menggunakan SIMDA PAD.

“Ini baru aplikasi, tentu harus ada ukungan perangkat yang disebut dengan Electronic Fiscal Device (EFD) untuk merekam transaksi pendapatan daerah. Alat ini sangat canggih, seperti alat kasir pelaku usaha,” kata Anhar.

Sistem tersebut sangat membantu pelaku usaha. Bahkan, dalam realisasinya, alat tersebut tidak dibeli atau diberikan secara gratis melalui Corporate Social Responsibility (CSR) Bank Aceh Syariah. Bahkan, jika pelaku usaha butuh bimbingan, pihak ketiga dalam kontrak ini siap turun tangan.

“Pada 19 Juni 2023 lalu, Bank Aceh telah melakukan rapat kick of meeting mengenai implementasi inovasi ini, dipimpin langsung oleh Pj Bupati, dihadiri 14 OPD terkait. Bahkan dihadiri langsung oleh pihak ketiga dalam kontrak ini,” jelas Anhar.

Pemkab Aceh Tengah, mengusul sebanyak 50 perangkat yang akan di gunakan untuk 25 hotel dan 25 restoran yang dinilai potensial dalam hal pajak. Saat ini, pihak hotel hanya memberi laporan pembayaran pajak secara mandiri. Dengan perangkat itu otomastis akan tervalidasi dan data transaksi jelas.

“Kelebihan alat ini, memantau secara real time, alat ini tidak memerlukan jaringan internet seperti wifi atau Indihome. Alat ini sudah include dengan Sim Card free (gratis). Perekaman pajak langsung ke kas daerah, apabila alat ini rusak atau mati, pihak vendor bisa memantau, tim IT langsung turun ke lokasi, kecuali tokonya tutup,” kata Anhar.

Alat itu diharapkan menjadi stimulus untuk merangsang masyarakat atau pelaku usaha untuk tertib membayar pajak.

“Masyarakat yang memiliki bukti barcode ini nanti ada poin yang bisa ditukar, seperti masuk ke wahana wisata atau keringanan pajak, ini akan diatur dalam Peraturan Bupati selanjutanya,” katanya.

Anggaran yang dibutuhkan untuk pengadaan alat tersebut relatif murah dibandingkan dengan dibeli langsung. Jika dibeli beserta sitemnya kata Anhar, perangkat ini dibandrol dengan harga Rp21 Juta.

“Jika dikali 50 perangkat Rp1.500.000.000, jika terjadi maintenance kita akan susah, hanya ada garansi. Kalau perangkat ini di sewa hanya Rp450 ribu per bulan per perangkat, per bulan 450 di kali sebanyak 50 perangkat hanya Rp22.500.00. Simulasinya, apabila dalam satu bulan itu ada 100 ribu saja pajak yang terselamatkan dalam satu hari, maka sebulan Rp3 juta, di kali selama setahun berapa pajak yang berhasil di selamatkan,” ujar Anhar.

Pembayaran pajak di tahun 2023 ini sebesar 10 persen, tahun depan pihaknya akan melakukan stimulus, sehingga pelaku usaha tertib ajak berdasarkan omset di Qanun pajak dan retribusi daerah yang baru saja disahkan oleh DPRK Aceh Tengah.

“Masyarakat dengan penghasilan mungkin omsetnya Rp3,600.000 maka pajaknya 3 persen dari penghasilan, jika tarif pajak Rp10 juta, maka pajaknya 5 persen, jika diatas Rp10 juta pajak normal nya 10 persen,” ungkapnya.

Pihaknya ingin masyarakat teredukasi melakukan pelaporan pajak. Selama ini masih dilakukan dengan ketetapan. Minsal pungutan pajak sebesar Rp100 ribu. Angka ini bukanlah angka pasti, hanya untuk upaya membangkitkan gairah tertib pajak.

Pemungutan pajak secara manual menjadi tantangan tersendiri oleh pihak BPKK Aceh Tengah, terutama di bidang pendapatan, SDM pemungut pajak sangat minim, hanya enam petugas, dibandingkan dengan luas wilayah di kabupaten tersebut.

“Kedepan, kami butuh kerjasama, akan buat tim pungutan pajak dengan pihak kepolisaian dan kejaksaan. Sinergitas ini sedang dibangun di tahun 2024. Banyak tantangan dalam hal ini, apalagi dibebankan ke satu bidang, dengan segala jeterbatasan anggaran dan SDM,” kata Anhar.

Ia berharap segera dibentuk DISPENDA, sehingga memiliki SDM cukup untuk mengoptimalisai penerimaan PAD daerah. Menurut Anhar, potensi PAD Aceh Tengah sangatlah besar. Dari target saat ini bisa dioptimalkan tiga kali lipat.

“Jika beroprasi, setidak nya kita dapat membiasakan dan memberikan kepercayaan kepada masyarakat dengan cara transparan, sehingga tidak ada pikiran masyarakat, bayar pajak tapi di makan oknum tertentu atau kami bayar pajak tapi tidak sampai ke kas daerah,” timpalnya.

Dengan sistem yang canggih itu diharap, masyarakat dapat melihat langsung bahwa pelaku usaha itu telah membayar pajak ke kas daerah. “Kita tidak ingin pajak ini diselewengkan oleh oknum pelaku usaha, masyarakat sudah bayar tapi pelaku usaha mungkin tidak membayarkan 100 persen ke kas daerah,” demikian Anhar berharap sistem itu segera dimiliki Aceh Tengah.

[ ARINOS ]

BERITA TERKAIT

BERITA TERKINI