Oleh Maharadi
Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan hari Rabu tanggal 14 Februari 2024 menjadi hari dilaksanakannya pemungutan suara Pemilihan Umum serentak tahun 2024.
Pemilu serentak dimaksud adalah pemilu untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden, anggota DPR RI, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota.
Pesta ini bukanlah pesta yang murah. Pesta demokrasi ini menelan biaya yang tidak sedikit. Jika kita mengacu pada angka yang dikeluarkan oleh Kementerian Keuangan, total biaya pemilu mencapai 71,3 triliun rupiah, digunakan untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden, 580 anggota DPR RI, 136 DPD, 2.372 DPR Provinsi, dan 17.510 anggota DPR Kabupaten/Kota. Artinya, untuk mencari seorang perwakilan rakyat, diperlukan biaya rata-rata sekitar 3,43 miliar rupiah per orang.
Tidak cukup sampai di situ, setelah dipilih dengan biaya 3,43 miliar per orang, mulai dari tingkat pemerintah pusat, provinsi, sampai kabupaten harus membiayai berbagai keperluan dan tunjangan anggota legislatif. Untuk anggota DPR RI, minimal 50 juta rupiah per bulan, anggota DPR Aceh sekitar 50 juta rupiah per bulan, sedangkan anggota DPR Kabupaten/Kota berkisar antara 30-45 juta rupiah per bulan.
Biaya besar yang dikeluarkan oleh negara, mulai dari tingkat pusat hingga kabupaten/kota, tentunya diharapkan dapat menghasilkan pembangunan yang jauh lebih baik. Harapannya adalah mencakup berbagai aspek, seperti pembenahan sarana-prasarana, pelayanan dasar, peningkatan kesejahteraan, hingga peningkatan kualitas sumber daya manusia.
Pun demikian, representasi anggota legislatif di parlemen tidak hanya berorientasi pada tujuan-tujuan tersebut, melainkan seringkali terbatas pada tampilan keahlian retorika pada rapat-rapat dengan pertunjukan debat secara emosional. Padahal, demokrasi dalam esensinya bertujuan untuk mencapai kemajuan, meningkatkan kualitas hidup, dan mewujudkan sejahtera bagi seluruh masyarakat.
Sayangnya, harapan tersebut tampaknya hanya berujung pada impian semata jika Peserta pemilu, tim kampanye, penyelenggara melakukan pembiaran dan pemberian uang atau materi lainnya kepada pemilih, baik langsung maupun tidak langsung dengan segala intriknya, akan membimbing para kandidat yang berhasil menduduki kursi kekuasaan untuk mengarahkan pembangunan semata-mata demi “pengembalian modal.”
Hasilnya, pembangunan tidak lagi berfokus pada peningkatan kesejahteraan rakyat, menciptakan lapangan kerja, hidup layak, dan kenyamanan bagi masyarakat. Politik uang hanya akan merusak fondasi demokrasi dan menghambat pembangunan, merambah pada peningkatan kesenjangan sosial yang semakin membesar.
Apakah biaya pesta demokrasi yang begitu mahal ini sebanding dengan kualitas demokrasi dan kulitas anggota legislatif yang dihasilkan? Sebuah pertanyaan yang perlu diupayakan jawabannya. Mari kita temukan jawabannya melalui diskusi intens pada acara hari Sabtu mendatang.
Suatu kesempatan untuk mengeksplorasi bagaimana pemilih cerdas memilih calon legislatif dengan biaya sebesar 3,42 miliar rupiah per orang. Kegiatan ini akan dihadiri oleh narasumber kredibel dengan isu terkait. Ikuti diskusi ini pada tanggal 23 Desember 2023, jam 15.00 WIB di Bouncit Caffe, yang diselenggarakan oleh Temung Instute, Punce, dan Publik Berbicara.