HARIE.ID, TAKENGON | Pemilik kuda tradisional yang berlaga dalam even Gebyar Pekan Olahraga Nasional (PON) Ke-XXI Aceh-Sumut menuntut kejelasan atas hadiah juara yang hingga kini belum diterima.
Acara pacuan kuda tradisional yang digelar sebelum perhelatan utama PON di lapangan Blang Bebangka, Pegasing, menjadi sorotan setelah sejumlah pemilik kuda mengungkapkan kekecewaan terkait ketidakjelasan hadiah bagi para pemenang.
Salah satu pemilik kuda yang berhasil meraih juara, Helmy Afandi, menyampaikan rasa frustrasinya kepada Harie.id, Rabu, 18 September 2024.
Kuda miliknya, “Pangeran Hambalang”, keluar sebagai juara 1 di kelas AB Perdana, namun hingga kini belum ada kejelasan terkait hadiah yang dijanjikan oleh pihak penyelenggara.
“Kuda kami berhasil meraih juara pertama di kelas AB Perdana, tetapi sampai sekarang kami belum menerima kabar apapun terkait hadiah yang seharusnya diberikan kepada para pemenang,” ungkap Helmy dengan nada kecewa.
Menurut Helmy, yang juga menjabat sebagai Ketua DPC Partai Gerindra Aceh Tengah, pacuan kuda tradisional ini mempertandingkan enam kelas, yakni CD Perdana, AB Perdana, Kelas E, Kelas D, Kelas C, dan Kelas B.
Namun dari semua kelas yang dilombakan, belum satu pun pemenang yang mendapat kepastian mengenai hadiah yang seharusnya diberikan.
“Yang lebih mengecewakan adalah pihak penyelenggara terkesan menghindar. Berdasarkan diskusi kami dengan rekan-rekan sesama pemilik kuda, pihak yang bertanggung jawab atas hadiah ini adalah Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Aceh Tengah. Namun hingga saat ini, belum ada satu pun informasi yang jelas terkait hadiah tersebut,” tegas Helmy.
Helmy melanjutkan, dirinya semakin kecewa setelah mendengar pernyataan dari pihak Dispora yang justru melemparkan tanggung jawab kepada Penjabat (Pj) Bupati Aceh Tengah, Subhandhy, dan Pj Sekda, Erwin Pratama.
Menurut Helmy, langkah tersebut tidak masuk akal karena secara organisasi, seharusnya Dispora-lah yang menangani permasalahan ini.
“Yang kami tahu, Dispora adalah pihak yang seharusnya bertanggung jawab. Tapi mengapa sekarang mereka malah menyuruh kami untuk menemui Pj Bupati atau Pj Sekda? Ini benar-benar tidak masuk akal dan terkesan seperti upaya menghindar,” ujarnya.
Ia juga mengungkapkan kesulitan dalam berkomunikasi dengan pejabat terkait. Menurutnya, usaha untuk menghubungi Kepala Dispora Aceh Tengah, Zulfan Diara, kerap gagal.
“Kami sudah mencoba menghubungi Kadispora, tapi sangat sulit dihubungi. Panggilan telepon tidak diangkat, pesan WhatsApp tidak dibalas,” tambah Helmy.
Selain itu, Helmy menyoroti besarnya pengorbanan yang dilakukan oleh para pemilik kuda untuk mengikuti ajang ini. Ia menyebut bahwa persiapan kuda-kuda yang ikut berlaga membutuhkan waktu yang tidak singkat serta biaya yang tidak sedikit.
“Tiga bulan sebelum pertandingan, kami sudah mempersiapkan kuda dengan latihan intensif di Lapangan Pacu Bener Meriah. Satu bulan menjelang acara, kami pindah latihan ke Aceh Tengah, karena lapangan di sini belum siap saat itu. Pengeluaran kami tidak kecil, dan proses mengurus kuda itu sangat menantang. Jadi ketika hadiah yang dijanjikan tak kunjung diberikan, kami merasa usaha kami tidak dihargai,” keluh Helmy.
Helmy dan para pemilik kuda lainnya berharap agar Dispora segera mengambil langkah konkret untuk menyelesaikan permasalahan ini.
“Kami meminta agar Dispora jangan melempar tanggung jawab dan segera menuntaskan persoalan ini. Berapa pun hadiahnya, yang penting ada kejelasan dan kami bisa mendapatkan hak kami,” tutupnya.
Harie.id berusaha untuk mengonfirmasi situasi ini kepada Kadispora Aceh Tengah, Zulfan Diara.
Namun, hingga berita ini diturunkan, upaya untuk menghubungi Kadispora melalui panggilan telepon dan pesan WhatsApp belum mendapatkan respons. Panggilan yang dilakukan hanya berdering tanpa jawaban, sementara pesan yang dikirimkan belum dibalas.
Diketahui, ajang pacuan kuda tradisional di Aceh Tengah selalu menjadi sorotan karena dianggap sebagai bagian penting dari warisan budaya daerah.
[ARINOS]