HARIE.ID, BIREUN | Kebijakan Presiden Prabowo Subianto yang mengalokasikan lahan seluas 20 ribu hektare di Aceh untuk konservasi gajah sumatera mendapatkan respons positif dari berbagai pihak, termasuk pegiat lingkungan.
Lahan yang akan dikelola oleh World Wide Fund for Nature (WWF) ini dianggap sebagai langkah maju dalam pelestarian satwa langka dan menjaga keseimbangan ekosistem.
Ketua Dewan Pembina Yayasan AGC, Suhaimi Hamid, dalam pernyataannya di Sekretariat Pusat Yayasan AGC di Bireuen menyampaikan, apresiasi atas kebijakan tersebut.
“Kebijakan ini adalah angin segar bagi pelestarian gajah sumatera di Aceh. Langkah ini sangat kami apresiasi, terutama mengingat tingginya konflik antara manusia dan gajah selama ini,” ujar Suhaimi, Senin 09 Desember 2024.
Wilayah seperti Aceh Tengah, Bener Meriah, Bireuen, dan Aceh Utara sering dilaporkan menjadi lokasi konflik akibat kawanan gajah yang merusak lahan pertanian penduduk.
Hal ini disebabkan oleh menyempitnya habitat gajah akibat deforestasi dan alih fungsi lahan.
Yayasan AGC, yang telah lama menangani mitigasi konflik antara manusia dan gajah, menilai pembangunan kawasan konservasi ini sebagai solusi jangka panjang yang efektif.
“Dengan kawasan konservasi, pergerakan gajah ke pemukiman warga dapat diminimalkan, sekaligus menjaga populasi gajah sumatera yang semakin terancam,” tambah Suhaimi.
WWF akan menjadi pengelola kawasan konservasi ini. Suhaimi menyebut WWF sebagai mitra strategis yang memiliki pengalaman luas dalam program konservasi satwa liar.
“WWF memiliki kapasitas dan jaringan untuk memastikan kawasan konservasi ini dikelola secara efektif. Kami optimistis habitat gajah sumatera di Aceh akan terjaga dengan baik,” katanya.
WWF sendiri telah menjalankan berbagai program pelestarian gajah sumatera, seperti patroli hutan, penelitian, dan pemberdayaan masyarakat lokal.
Konservasi gajah sumatera menjadi isu krusial mengingat statusnya yang terancam punah menurut International Union for Conservation of Nature (IUCN).
Ancaman terhadap gajah meliputi perburuan liar, kehilangan habitat, dan konflik dengan manusia.
“Konservasi bukan hanya melindungi satwa, tetapi juga menjaga keseimbangan ekosistem yang berdampak pada kehidupan manusia. Kehilangan gajah sumatera akan berdampak besar pada ekosistem hutan Aceh, salah satu paru-paru dunia,” jelas Suhaimi.
Ia juga menekankan pentingnya pengawasan yang ketat terhadap kawasan konservasi agar tidak terjadi perambahan atau penyalahgunaan lahan.
“Pemerintah pusat dan daerah harus bersinergi untuk memastikan kawasan ini benar-benar aman bagi gajah. Selain itu, program pemberdayaan masyarakat sekitar juga perlu dilakukan agar mereka merasakan manfaat ekonomi dari konservasi ini,” katanya.
Kebijakan ini membawa optimisme baru bagi upaya pelestarian lingkungan di Aceh. Diharapkan, keberadaan kawasan konservasi dapat mengurangi konflik manusia dan gajah, sekaligus meningkatkan populasi gajah sumatera yang selama ini terus menurun.
“Langkah ini bukan hanya tentang melindungi satwa, tetapi juga memastikan warisan alam Aceh tetap terjaga untuk generasi mendatang,” pungkas Suhaimi.
[ REL ]