HARIE.ID, TAKENGON | Ada yang unik dalam pelantikan Pj Sekda Aceh Tengah, Mursyid, di Gedung Ummi Pendopo, Selasa 18 Maret 2025.
Dalam suasana yang santai namun penuh makna, Bupati Aceh Tengah Haili Yoga melontarkan pernyataan yang seolah menjadi sinyal bagi seluruh pejabat di daerah itu.
“Yang perlu diingat, ketika kami diamanahkan rakyat, tidak ada sanksi politik,” tegas Haili Yoga di hadapan para pejabat yang hadir.
Sebuah pernyataan yang mungkin terdengar ringan, tapi menyimpan makna dalam.
Tidak ada sanksi politik? Bisa jadi. Namun, tuntutan kinerja? Itu soal lain. Sejak dilantik sebagai Bupati Aceh Tengah bersama Muchsin Hasan pada 18 Februari 2025 lalu Haili Yoga tampak tak ingin kehilangan momentum.
Pernyataan ini bisa diartikan dalam beberapa sudut pandang. Jika dilihat dari sisi normatif, ini mungkin merupakan penegasan bahwa tidak ada tindakan pencopotan atau mutasi pejabat hanya karena perbedaan politik dalam Pilkada lalu.
Namun, apakah itu berarti semua pejabat di lingkungan Pemkab Aceh Tengah aman?
Jawabannya mungkin tidak sesederhana itu. Dalam pidatonya, Haili Yoga juga menegaskan, ia menilai kinerja semua kepala OPD, bahkan hingga seberapa aktif mereka berkomunikasi dan berkontribusi di luar jam kerja.
Ini memberi isyarat, meski tidak ada sanksi politik, ada standar kinerja yang akan menjadi tolok ukur keberlanjutan posisi mereka.
Selain itu, Haili juga menyoroti birokrasi yang lebih responsif terhadap kebutuhan masyarakat. Artinya, pejabat yang lamban, kurang inisiatif, atau sekadar menjalankan tugas secara administratif tanpa terobosan yang berarti bisa saja tersingkir bukan karena faktor politik, tetapi karena kinerja yang dianggap tidak sesuai ekspektasi (SDM).
Pemerintahannya bukan sekadar melanjutkan tradisi, tetapi ingin memastikan roda birokrasi bergerak dengan ritme yang lebih dinamis dan efisien.
Seperti nya, Haili Yoga bukan tipe pemimpin yang hanya duduk di kursi kekuasaan tanpa memperhatikan detail hal – hal kecil.
Bahkan, dalam acara pelantikan ini, ia sengaja meminta kehadiran para istri kepala dinas dan camat.
“Sengaja kami minta untuk dihadirkan para istri dari para Kadis, supaya kita saling mengenal, bersilaturahmi,” ujarnya.
Bisa jadi, ini bukan sekadar basa-basi. Di balik pertemuan yang tampak sederhana itu, ada pesan kuat, pejabat publik bukan hanya dinilai dari laporan kertas dan pidato seremonial, tetapi juga dari keseharian mereka, dari bagaimana mereka menjalankan tugas, bahkan hingga di luar jam kerja.
“Kepala OPD semua saya nilai. Ada yang chat malam hari, itupun saya nilai. Yang jelas semua baik, apalagi kalau yang sudah bergabung dengan kami sholat subuh di masjid,” ujarnya sembari meminta para istri pejabat ini memarahi para suami yang tidak sholat ke Masjid.
Pernyataan ini jelas menyentil. Barangkali, bukan sekadar ingin menguji loyalitas, tetapi lebih kepada komitmen dan dedikasi.
Di era kepemimpinannya, pejabat tidak cukup hanya bekerja dari balik meja. Ada tuntutan moral, ada kehadiran di tengah masyarakat, ada kewajiban memahami langsung persoalan yang dihadapi rakyat.
Salah satu fokus utama Haili Yoga adalah memastikan bahwa lembaga-lembaga yang bersentuhan langsung dengan masyarakat bekerja dengan benar, termasuk Baitul Mal.
“Ada yang meninggal di rumah sakit, tak punya harta. Kalau tidak dibantu oleh Baitul Mal, untuk apa ada lembaga ini?” katanya.
Pernyataan ini bukan sekadar kritik, tapi juga tantangan. Selama ini, birokrasi bantuan sosial kerap dianggap lamban dan berbelit-belit. Padahal, di tengah masyarakat yang masih banyak membutuhkan uluran tangan, setiap detik begitu berharga.
Haili Yoga tampaknya tidak ingin bermain-main dengan jabatan yang diembannya. Tidak ada sanksi politik? Mungkin. Tapi, bagi pejabat yang hanya ingin berlindung di balik status dan fasilitas, ada risiko yang lebih besar, tergilas oleh ekspektasi masyarakat yang semakin tinggi.
Birokrasi di Aceh Tengah kini tidak hanya diawasi oleh rakyat, tetapi juga oleh pemimpin yang tak segan menilai hingga ke detail paling kecil. Pejabat bukan hanya bekerja untuk administrasi, tetapi untuk sebuah tanggung jawab yang lebih besar.
Aceh Tengah butuh perubahan, dan Haili Yoga seolah ingin memastikan bahwa setiap aparatur di bawah kepemimpinannya tidak hanya duduk nyaman, tetapi benar-benar bergerak dan bekerja.
“Kita semua adalah pelayan masyarakat. Tidak mungkin semua orang akan senang dengan kita, tapi yang penting kita tetap menjalankan tugas dengan ikhlas. Jabatan ini bukan hal yang sulit, tapi bagaimana kita memaafkan dan bersikap bijak, itulah tantangan sesungguhnya,” demikian kata Haili Yoga.
Jadi, jika ada yang berpikir bahwa pernyataan “tak ada sanksi politik” berarti semua pejabat bisa merasa aman dan nyaman, mungkin perlu berpikir ulang. Aman dari mutasi berbasis politik, mungkin cenderung iya. Tapi aman dari evaluasi kinerja? Itu soal lain.
| ARINOS