Upaya Lestarikan Danau Lut Tawar, Pemkab Akan Segera Tertibkan “Cangkul Padang”

172
SHARES
955
VIEWS

HARIE.ID, TAKENGON  | Fajar baru menyingsing di tepi Danau Lut Tawar. Cahaya matahari pagi memantul di permukaan air yang tenang, menghadirkan ketenangan sekaligus keprihatinan.

Keindahan danau yang menjadi kebanggaan masyarakat Aceh Tengah ini perlahan menghadapi ancaman. Ekosistemnya mulai tergerus oleh berbagai aktivitas yang kurang ramah lingkungan, terutama praktik penangkapan ikan dengan alat tangkap modern yang merusak keseimbangan alam.

Setelah menunaikan salat subuh di Masjid Baitul Qudus Mendale, Bupati Aceh Tengah, Haili Yoga menggelar rapat darurat di tepi danau, Rabu 26 Maret 2025.

BACA JUGA

Dengan suara lantang, ia menegaskan komitmen pemerintah untuk menyelamatkan danau dari ancaman destruktif.

“Kita hadir hari ini untuk memutuskan, apakah Danau Lut Tawar akan kita selamatkan atau dibiarkan hancur? Semua harus berani mengambil keputusan, bukan untuk kepentingan pribadi, tetapi demi warisan alam yang diberikan Allah SWT,” tegasnya.

Salah satu alat tangkap yang dinilai merusak ekosistem Danau Lut Tawar adalah penggunaan alat tangkap ikan yang tidak ramah lingkungan, seperti Cangkul Padang dan Pukat Dorong (Dedem dalam bahasa Gayo).

Alat ini bekerja seperti pukat harimau, menyeret jaring ratusan meter di dasar danau, menyapu bersih ikan tanpa memberi ruang bagi regenerasi populasi.

Akibatnya, spesies endemik seperti ikan Depik (Rasbora tawarensis) semakin sulit ditemukan. Padahal, ikan kecil yang hanya hidup di Danau Lut Tawar ini bukan sekadar komoditas ekonomi, tetapi juga bagian dari identitas budaya masyarakat Gayo.

Melihat kondisi yang semakin mengkhawatirkan, Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah resmi melarang penggunaan Cangkul Padang dan Pukat Dorong.

Keputusan ini bukan sekadar imbauan, tetapi akan dituangkan dalam Qanun dan Peraturan Bupati (Perbup) guna memperkuat landasan hukum.

“Komitmen ini harus dijalankan bersama. Tidak ada lagi alasan untuk membiarkan alat tangkap merusak danau. Jika kita tidak bertindak sekarang, maka Danau Lut Tawar akan kehilangan jiwanya,” ujar Haili Yoga dengan nada tegas.

Dalam rapat tersebut, disepakati tujuh poin utama sebagai langkah penyelamatan Danau Lut Tawar:

1. Berkomitmen menjaga kelestarian danau, mengingat tekanan ekologis dan ekonomis yang semakin tinggi.

2. Memberhentikan operasional Cangkul Padang dan Pukat Dorong, serta segera mengesahkan Qanun pelestarian danau.

3. Melindungi kawasan hutan sekitar, mengelola sampah, serta menata keramba jaring apung, agar keseimbangan ekosistem tetap terjaga.

4. Mengembangkan pembenihan ikan endemik, guna meningkatkan populasi ikan asli danau.

5. Menguatkan regulasi melalui DPRK Aceh Tengah, agar ada klausul khusus terkait perlindungan Danau Lut Tawar.

6. Membahas penimbunan zona litoral oleh pengusaha wisata yang kian marak, melalui diskusi bersama pemangku kepentingan.

7. Melakukan penertiban segera, dengan melibatkan semua pihak, mulai dari pemerintah, aparat, hingga masyarakat.

Langkah-langkah ini bukan sekadar janji politik. Pemerintah bersama masyarakat harus bergerak cepat untuk memastikan Danau Lut Tawar tetap menjadi sumber kehidupan, bukan sekadar legenda keindahan yang tinggal kenangan.

Keputusan ini tentu bukan tanpa tantangan. Para nelayan yang selama ini bergantung pada alat tangkap modern harus beradaptasi dengan metode yang lebih berkelanjutan. Namun, demi masa depan Danau Lut Tawar, setiap pihak harus mengambil bagian dalam perjuangan ini.

“Kami tidak ingin generasi mendatang hanya mendengar cerita tentang indahnya Danau Lut Tawar. Kita harus bertindak sekarang agar warisan ini tetap hidup,” kata seorang warga.

Upaya pelestarian ini membutuhkan sinergi antara pemerintah, masyarakat, dan seluruh pemangku kepentingan.

Langkah proaktif yang diambil hari ini akan menentukan apakah Danau Lut Tawar tetap menjadi ikon kebanggaan Aceh Tengah, atau justru menjadi saksi bisu dari kelalaian manusia.

| ARINOS

BERITA TERKAIT

BERITA TERKINI