HARIE.ID, TAKENGON | Penertiban alat tangkap ikan destruktif jenis Cangkul Padang dan Cangkul Dedem oleh Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah di Danau Lut Tawar memicu gelombang penolakan dari sejumlah pemilik usaha.
Mereka menilai tindakan ini sebagai bentuk ketidakadilan yang merugikan secara ekonomi dan menuntut kompensasi atas kerugian yang diderita.
Situasi pun kian memanas. Para pemilik alat tangkap yang terdampak menyatakan siap turun ke Gedung DPRK Aceh Tengah bahkan ke Pendopo Bupati tengah digodok sebagai bentuk perlawanan terhadap keputusan Pemkab yang dinilai sepihak.
Namun di sisi lain, suara masyarakat pro-pelestarian pun tak kalah lantang. Sejumlah warga mengancam akan menggelar aksi demo jika penertiban tak dilanjutkan.
Mereka menilai, Danau Lut Tawar bukan sekadar sumber ekonomi, tetapi warisan leluhur yang harus dijaga untuk generasi mendatang.
“Kalau pemerintah berhenti di tengah jalan, kami yang peduli lingkungan juga akan turun. Danau Lut Tawar harus dijaga, ini titipan untuk anak cucu kami!” kata Zainal.
Menanggapi polemik yang berkembang, Wakil Bupati Aceh Tengah, Muchsin Hasan sebelum nya telah menyampaikan tidak akan ada kompensasi dalam bentuk apapun bagi pemilik Cangkul Padang dan alat tangkap lainnya yang ditertibkan.
“Ini mohon maaf, daerah belum dapat membantu karena keadaan saat ini. Sudah kita putuskan, tidak ada kompensasi, jadi tidak ada lagi negosiasi tentang itu. Jadi mohon kesadaran masyarakat, ini semua demi anak cucu kita,” tegas Muchsin.
Muchsin juga menambahkan, kebijakan ini diambil dengan mempertimbangkan kondisi keuangan daerah yang tengah mengalami defisit dan efisiensi anggaran.
Lebih jauh, ia mengungkap bahwa langkah penertiban ini adalah bagian dari strategi besar memasukkan Danau Lut Tawar ke dalam RPJM Nasional 2025–2029.
“Tujuan kita jelas, supaya Danau Lut Tawar bisa masuk dalam Proyek Strategis Nasional (PSN) dan mendapat dukungan dari APBN. Jangan sampai ada gangguan yang bisa menghambat proses itu,” tutup Muchsin.
| ARINOS