Mengintip Perpres Versi Gen Z, Takengon Dari Kota Ngopi ke Kota Ngoding 2029

“ke mana weekend ini?”

healing ke Takengon, lah. Sunset di waterfront Danau Laut Tawar, trus lanjut ngopi Gayo sambil brainstorming ide start-up.”

Begitu mungkin percakapan anak muda versi Gen Z di 2029 mendatang

BACA JUGA

Kalimat tadi mungkin terdengar absurd di tahun 2025, tapi bisa jadi mainstream di 2029, jika semua yang tertulis dalam Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2025 benar-benar dijalankan.

Jangan salah. Perpres ini bukan sekadar PDF formalitas yang ngendap di komputer pejabat. Ia menjanjikan transformasi besar buat Takengon dan Dataran Tinggi Gayo. Bukan ecek-ecek. Ini serius.

Takengon Masuk Draf Negara

Dalam perpres itu, Takengon bukan lagi sekadar kota di punggung bukit tempat kopi Gayo tumbuh dengan anggun.

Ia dimasukkan ke dalam Proyek Strategis Nasional. Artinya, bukan cuma Jakarta, Medan, atau Bali yang dapat sentuhan surga pembangunan. Takengon juga.

Masterplan disiapkan. Penataan ruang dibuat. Bahkan layanan dasar seperti air bersih, limbah, dan ruang hijau bakal di-upgrade.

Pokoknya, kalau semua ini jalan, jangan heran kalau orang mulai WFH (Work From Hill) di Takengon. Lebih sejuk, lebih sepi, lebih sadar lingkungan.

Kumuh Is So Last Season

Permukiman kumuh? Sudah bukan zamannya. Kata perpres, akan ada penataan terpadu. Jadi bukan hanya “gusur-mundur”, tapi betul-betul dibenahi.

Rumahnya bagus, airnya ngalir, limbahnya ke tempatnya (bukan ke Danau atau ke Sungai Peusangan), dan yang paling penting, manusia di dalamnya juga ikut naik level hidup.

Dari Cangkul ke Coding?

Ada juga bagian tentang pendidikan dan pelatihan tenaga kerja. Konon, anak-anak muda Gayo nanti gak cuma bisa nyangrai kopi, tapi juga bisa bikin brand, desain kemasan, bahkan bikin platform digital buat jualan ke luar negeri.

Dari desa ke digital. Dari kebun ke cloud. Siap-siap ngopi sambil ngoding.

Agropolitan Is The New Urban

Takengon akan jadi kota agropolitan. Bayangkan, petani dengan gadget, traktor pakai GPS, dan hasil panen yang langsung masuk ke sistem distribusi modern tapi tidak melupakan cara tradisional.

Ini semacam SimCity versi perkebunan, tapi nyata. Kota yang makmur karena akarnya kuat pertanian yang canggih dan dikelola profesional.

Wisata Bukan Sekadar Swafoto

Pariwisata Dataran Tinggi Gayo akan di-rebranding. Ada pendekatan 6A, dari akses jalan, akomodasi, atraksi, sampai aktivitas dan amenitas.

Waterfront Danau Laut Tawar bakal jadi magnet. Mungkin nanti akan ada festival jazz, mural art di pinggir danau, dan pasar malam kopi organik.

RSUD Datu Beru Bukan Lagi Tempat Nunggu Nasib

Buat yang selama ini ngeri kalau harus berobat ke luar kota, tenang. RSUD Datu Beru akan jadi pusat unggulan.

Kanker? Stroke? Jantung? Semua ditangani pakai sistem rujukan berbasis kompetensi. Gak ada lagi “dirujuk ke Banda Aceh” tiap sakit berat. Cukup ke Takengon di tambah lagi aktifnya Rumah Sakit Regional yang terletak di Pegasing.

Infrastruktur, bukan Ilusi

Jalan-jalan vital seperti Lhokseumawe – Redelong – Takengon dan Geumpang – Pameu akan diperbaiki.

Jembatan Enang-Enang dibangun. Terobosan ini bikin akses makin gampang. Mau ekspedisi kopi ke pelabuhan? Gampang. Mau road trip lintas pegunungan? Bisa. Gak perlu lagi do’a-do’a panjang tiap lewat tikungan ekstrem.

Jadi… Ini Utopia? Atau Cuma Brosur?

Kalau semua ini jalan, Takengon bisa jadi role model kota masa depan di Indonesia. Tapi ya, if only. Karena kita semua tahu.

| Catatan Redaksi

BERITA TERKAIT

BERITA TERKINI