Harie.id | Takengon — Pagi tadi, Minggu 03 Agustus 2025, di Lapangan Musara Alun, Takengon, masyarakat terlihat riang berolahraga, sebagian lainnya duduk santai menikmati iringan live music yang menggema lembut sembari menikmati Kopi Gayo.
Acara tersebut baru – baru ini menjadi perhatian, digerakkan oleh pemuda yang tergabung dalam Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Aceh Tengah.
Terbuka ruang diskusi, tempat berekspresi anak muda serta wahana bertukar pendapat dibawah sinar matahari pagi.
Namun, ada satu pemandangan yang menarik perhatian, Bupati Aceh Tengah, Drs. Haili Yoga, M.Si, beserta istri Ny, Risnawati Haili Yoga dan Pj Sekda, Mursyid turut hadir dalam acara ini menyatu dengan warga.
Bukan sekadar menghadiri, Bupati benar-benar menaruh perhatian. Setelah menyapa masyarakat yang tengah berolahraga, ia menyempatkan diri untuk menyusuri stand UMKM bernama Pinussa Kuliner Khas Gayo.
Sorot matanya menangkap sesuatu yang familiar dan membangkitkan kenangan, penganan khas Gayo yang disajikan dalam tampilan sederhana, namun sarat makna.
Salah satu yang menarik minatnya adalah stand Pinussa, UMKM yang mengangkat kuliner tradisional seperti Lepat Gayo, Gutel, dan Lepat Gadong.
UMKM ini menjajakan penganan tradisional, seperti Lepat Porak, Lepat Tunu, Lepat Goreng, Lepat Petukel, Lepat Gadung, Kepile Rebus, Awal Rebus, Gadung Rebus, Kacang Rebus, Jagung Rebus, Gadung Suel, Engkuul, Gutel, Brahrom, Ongol – Ongol, Tempe Goreng Daun, Peyek dan Kue Luang.
Bagi sebagian orang, nama-nama ini mungkin asing, tapi bagi masyarakat Gayo, sajian ini adalah simbol tradisi, kenangan masa kecil, dan warisan nenek moyang yang tak ternilai.
“Yang seperti ini harus terus kita jaga,” ujar Bupati Haili Yoga sambil mengamati Gutel yang dibungkus lapis daun pisang.
“Daun pisang ini bukan cuma pembungkus, tapi bagian dari rasa. Aroma dan teksturnya beda, lebih alami dan punya jiwa,” timpalnya sembari menunjukkan ke pengunjung yang hadir saat itu.
Ia juga menunjuk Lepat Gadong, penganan yang terbuat dari ubi, makanan sederhana namun penuh gizi yang dahulu kerap dibawa masyarakat ke ladang atau disajikan kepada tamu.
“Dulu, ketika tamu datang, yang disajikan bukanlah makanan mewah, tapi yang penuh makna seperti ini. Itu bentuk penghormatan dan kehangatan khas Gayo,” kenang Haili Yoga.
Tak hanya berhenti di pujian, Haili Yoga menyampaikan harapan agar kuliner-kuliner tradisional ini bisa menjadi ikon Takengon, disajikan kepada tamu-tamu yang datang dari luar, bahkan menjadi bagian dari wisata kuliner lokal yang ditawarkan secara resmi oleh pemerintah daerah.
“Makanan seperti ini bukan sekadar untuk dinikmati, tapi untuk dikenalkan, dilestarikan, dan dibanggakan,” katanya.
Bukan tanpa alasan jika Bupati begitu peduli. Sebagai sosok yang lahir dan besar di tengah budaya Gayo, Haili Yoga meyakini bahwa kekuatan lokal ada pada tradisi nya dan salah satu yang paling mudah dikenalkan kepada dunia adalah melalui rasa.
Dukungan itu dirasakan langsung oleh Nilafiani, owner Pinussa, wanita yang kerap dipanggil Ani Pinusssa ini tampak terharu saat stand-nya dikunjungi orang nomor satu di Aceh Tengah.
“Kami sangat berterima kasih. Pak Bupati tadi bukan hanya melihat, tapi juga memesan langsung. Bahkan beberapa kali telah membeli produk kami untuk berbuka puasa di hari Senin atau Kamis. Itu bentuk dukungan nyata yang sangat kami hargai,” ucap Nilafiani tak mampu menyembunyikan rasa bangganya.
Bagi Nilafiani, UMKM bukan sekadar usaha mencari penghasilan, tapi juga upaya menjaga dan merawat akar budaya.
“Kami hanya ingin generasi muda tetap mengenal rasa asli daerah ini. Lewat lepat, Gutel, Lepat Gadong dan penganan lainnya kita bisa bercerita tentang siapa kita,” pungkas wanita yang terlibat langsung sebagai Master of Ceremony itu.
| KARMIADI