Aktivis HMI Kritik Dispora Aceh Tengah: “Pahlawan Kesiangan Cari Untung dari Musara Alun”

36
SHARES
198
VIEWS

HARIE.ID | TAKENGON – Rencana Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Aceh Tengah untuk memberlakukan pungutan parkir di Lapangan Musara Alun mulai 1 September 2025 memantik kritik.

Heru Ramadhan, aktivis muda Aceh Tengah sekaligus Kabid PTKP HMI Cabang Takengon-Bener Meriah, menyebut kebijakan itu sebagai bentuk “akal-akalan” pemerintah daerah dalam mencari keuntungan di atas aktivitas publik.

Menurut Heru, selama bertahun-tahun Musara Alun justru terabaikan. Lapangan kota itu kerap tampak kotor, sepi, dan minim sentuhan perhatian pemerintah.

BACA JUGA

Ironisnya, ketika masyarakat mulai kembali memanfaatkan Musara Alun sebagai pusat kegiatan, pemerintah malah hadir dengan kebijakan retribusi parkir.

“Dispora seolah jadi pahlawan kesiangan. Ketika lapangan terbengkalai mereka diam, tapi setelah masyarakat ramai beraktivitas, tiba-tiba muncul pungutan parkir. Ini bukan kebijakan visioner, melainkan akal-akalan mencari keuntungan,” kata Heru, Kamis 21 Agustus 2025.

Heru menilai, langkah Dispora ini sebagai kesalahan fatal dalam pengelolaan fasilitas publik. Sebagai dinas teknis, kata dia, seharusnya fokus utama Dispora adalah merawat, menata, dan mengembangkan ruang publik, bukan menambah beban warga dengan dalih meningkatkan PAD.

Ia pun meminta Bupati Aceh Tengah, Haili Yoga segera turun tangan dengan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap jajaran pimpinan Dispora, khususnya Kepala Dinas.

“Kalau hanya bisa mencari uang dari rakyat tanpa memberikan pelayanan yang layak, berarti pejabatnya tidak paham tugas. Bupati jangan tutup mata. Harus ada tindakan tegas agar Musara Alun benar-benar dikelola untuk kepentingan masyarakat,” tambahnya.

Lebih jauh, Heru mengingatkan posisi Dispora adalah perangkat daerah yang langsung bertanggung jawab kepada Bupati. Karena itu, publik berhak menilai, diamnya kepala daerah sama saja dengan restu atas kebijakan parkir yang dinilai memberatkan masyarakat.

“Dispora memang salah urus, tapi tanggung jawab akhirnya tetap di tangan Bupati. Kalau tidak ada evaluasi, berarti Bupati ikut membiarkan rakyat diperas di tanahnya sendiri. Ini bentuk penindasan dengan dalih PAD daerah,” pungkas Heru.

Laporan | Arinos

BERITA TERKAIT

BERITA TERKINI