HARIE.ID | TAKENGON – Rencana penerapan retribusi parkir di kawasan Lapangan Musara Alun, Aceh Tengah, menuai perhatian masyarakat.
Sebuah spanduk pengumuman bertuliskan tarif parkir baru sudah terpasang di pintu masuk lapangan kebanggaan warga Takengon itu.
Namun, Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Aceh Tengah, Sukirman, S.STP, M.Ec.Dev, menegaskan, kebijakan ini masih sebatas wacana dan belum akan dijalankan tanpa kesiapan yang matang.
“Kami masih membuka ruang untuk saran dan masukan. Kalau nanti diberlakukan, tentu harus disiapkan dulu fasilitas pendukung seperti kamar mandi atau sarana lain. Jika memang banyak yang menolak, maka kita bisa tunda dulu hingga semua ini terpenuhi ,” ujar Sukirman saat dikonfirmasi Harie.id, Kamis 21 Agustus 2025.
Rencana retribusi ini kata Sukirman, merujuk pada Qanun Pajak dan Retribusi Daerah Nomor 1 Tahun 2024, yang secara jelas mengatur tentang penyediaan tempat khusus parkir di luar badan jalan.
Pada poin pertama, Lapangan Musara Alun termasuk sebagai objek retribusi. Namun, Sukirman menegaskan, langkah ini bukan sekadar soal menambah Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Lebih jauh, retribusi diproyeksikan untuk biaya pemeliharaan Musara Alun yang selama ini masih ditopang melalui APBK.
“Kita ingin beban APBK tidak terlalu berat. Jadi, hasil retribusi nantinya bisa dipakai untuk perawatan lapangan, kebersihan, hingga pengadaan fasilitas tambahan,” kata Sukirman.
Dalam pengumuman resmi yang terpasang, tarif retribusi yang direncanakan berlaku mulai 1 September 2025 adalah:
- Roda 2: Rp 2.000
- Roda 3: Rp 3.000
- Roda 4: Rp 5.000
- Roda 6: Rp 10.000
- UMKM: Rp 10.000
Sukirman mengakui, sebelum retribusi diterapkan, pemerintah harus lebih dulu memenuhi kebutuhan dasar pengunjung. Mulai dari ketersediaan kamar mandi (MCK), area bersih, hingga fasilitas pendukung lainnya.
“Harapan kita, setelah fasilitas pendukung lengkap dan kebutuhan masyarakat terpenuhi, barulah retribusi ini bisa dijalankan dengan baik,” jelasnya.
Langkah ini penting katanya, agar kebijakan tidak hanya dipandang sebagai upaya memungut biaya, tetapi juga sebagai bentuk peningkatan layanan publik.
Dispora juga memastikan bahwa pengelolaan Musara Alun akan melibatkan pemuda dari Blang Kolak I dan Blang Kolak II.
Dengan begitu, pengelolaan lapangan bukan hanya urusan pemerintah, tetapi juga memberi ruang bagi generasi muda untuk ikut serta menjaga dan merawat ikon kota Takengon itu.
“Musara Alun adalah milik bersama. Jadi keterlibatan pemuda lokal menjadi penting agar lapangan ini benar-benar hidup, terawat, dan bermanfaat,” kata Sukirman.
Meski demikian, tak bisa dipungkiri, wacana retribusi ini menuai beragam respons dari masyarakat. Sebagian menilai tarif yang ditetapkan masih wajar.
Namun, ada pula yang khawatir kebijakan ini justru akan membebani pengunjung, terutama pelaku UMKM yang setiap hari menggantungkan hidup atau berolahraga di kawasan tersebut.
Tak sedikit pula yang mengingatkan agar jangan sampai lapangan yang menjadi pusat kegiatan masyarakat justru berubah menjadi “arena komersial” semata.
“Kami apresiasi semua saran dan masukan dari masyarakat. Pengumuman yang sudah ditempel itu bukan tanda bahwa aturan sudah final, tetapi bagian dari transparansi agar publik tahu rencana ini. Kalau banyak yang kontra, tentu kita evaluasi. Prinsipnya, kebijakan ini harus bermanfaat, bukan sebaliknya,” pungkas Sukirman.
Laporan | Karmiadi