Oleh Hikmah, M.Si, Dosen Fakultas Pertanian Program Studi Agribisnis
HARIE.ID, TAKENGON | Pengabdian kepada masyarkat dengan skema Program Kemitraan Masyarakat (PKM) Universitas Gajah Putih (UGP) Takengon tahun 2023 yang dilaksanakan di desa Uning Bersah, Kecamatan Bukit, Kabupaten Bener Meriah khusus menyasar tentang perkebunan kopi arabika dengan sistem pagar.
Apalagi saat ini Kabupaten Bener Meriah menjadi salah satu daerah penghasil kopi arabika terbaik di dunia. Namun, ada sejumlah penyebab rendahnya produktivitas kopi di Kabupaten tersebut.
Diantaranya, bahan tanaman yang digunakan petani bukan klon/varietas unggul dan petani belum sepenuhnya menerapkan teknologi budi daya sesuai anjuran.
Salah satu upaya untuk mengatasi masalah tersebut dapat dilakukan melalui penanaman dengan menggunakan sistem pagar. penerapan tanam kopi sistem rapat (pagar) mengadopsi dari Negara Brazil mampu mendongkrak hasil hingga enam ton per hektar baik untuk jenis arabika.
Sistem tanam pagar 80cm x 80 cm dan jarak antar baris 3 meter terdapat 4000 batang kopi yang dapat ditanam. Dengan produksi dapat mencapai 5-6 ton grean bean dengan estimasi pendapatan sebesar Rp200 juta hingga Rp300 juta permusim panen dalam sau tahun.
Apabila dibandingkan dengan penanaman secara konvensional hanya 1800 batang kopi yang dapat ditanam dengan estimasi hanya dapat menghasilkan 750 Kg grean bean per hektarnya, dengan taksiran nilai ekonomi Rp40 juta – Rp45 juta per sekali musim panen.
Jarak tanam ini telah diterapkan sejak awal penanaman kopi di Indonesia awal abad 19 hingga sekarang. Penanaman kopi juga selalu disertai dengan penanaman pohon penaung dengan maksud untuk kelestarian tanah dan umur tanaman kopi yang lebih panjang (30 tahun).
Sementara produktivitas kopi per hektar di Indonesia dari tahun ketahun berkisar di angka rata rata 500 hingga 800 kilogram. Sementara dibandingkan dengan Negara Brazil yang mencapai 2500 Kg per hektar untuk kopi arabika.
Negara Brazil telah mengalami peningkatan produktivitas kopi per hektar sangat pesat sejak menerapkan pola tanam rapat yaitu 2,5 x 1m atau 3 x 0,5 m sehingga pada sistem tanam rapat per hektar lahan dapat memuat hingga 7000 tanaman. Dengan sistem rapat ini fungsi pohon penaung tergantikan oleh tanaman kopi itu sendiri. Saling menaungi antar pohon dalam satu barisan.
Dalam sistem produksi kopi dengan sistem rapat, ciri utamanya adalah hanya pohon kopi yang akan ditanam di lahan kopi tanpa ada spesies tanaman lain yang terlibat dalam perkebunan, sehingga sinar matahari menyinari seluruh permukaan tanaman kopi.
Diperkirakan bahwa, pohon kopi untuk memberikan hasil maksimalnya membutuhkan antara 1.600 dan 1.800 jam sinar matahari per tahun atau setara 4,5 dan 5 jam sinar matahari per hari. Dalam hal ini, jika kondisi curah hujan, suhu, dan kecerahan matahari yang optimal terpenuhi, maka dimungkinkan untuk membangun sistem produksi kopi dalam paparan sinar matahari penuh.
Ada empat keuntungan tanam kopi sistem rapat (Pagar). Pertama panen awal lebih tinggi, kedua penggunaan saprodi dan tenaga kerja lebih efisien, ketiga produksi kopi per hektar jauh lebih tinggi dan keempat sangat cocok dikembangkan oleh petani yang lahannya sempit maupun lahan kopi yang luas.
Dari permasalahan ini, ketua tim pengabdian kepada masyarakat dengan skema Program Kemitraan Masyarakat (PKM), Hikmah, M.Si, dosen Fakultas Pertanian Program Studi Agribisnis beserta anggota Ilma Fitri, S.P., M.Si dari Program Studi agribisnis dan Hasiun Budi, S.E., M.S.M dan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Gajah Putih juga melibatkan dosen dan mahasiswa dari Fakultas Pertanian Universitas Gajah Putih, melakukan pengabdian kepada masyarakat dengan judul “Optimasi Tanaman Kopi Arabika Gayo dengan Mengunakan Sistem Pagar untuk Meningkatkan Produktivitas” yang didanai oleh Kemendikbudristek tahun 2023 yang diberikan melalui Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM) dan dibantu oleh Armiyadi selaku konsultan kopi sekaligus sebagai narasumber pada saat FGD dilakukan.
Hasil pelaksanaan pengabdian yang dilaksanakan pada mitra berjalan sesuai dengan harapan, dimana para petani sangat antusias terhadap kegiatan yang dilakukan selama pelaksanaan pengabdian, salah satu tujuan dari kegiatan ini adalah agar mitra memperoleh ilmu pengetahuan tetang bagaimana berbudidaya tanaman kopi arabika dengan menggunakan sistem pagar.
Salah satu petani kopi, Armizan yang tertarik dengan sistem budidaya kopi dengan sistem konvensional, ia akan mencoba inovasi baru dengan mengubah sistem budidaya tanam pagar dimana hasil produktivitas yang didapat akan semakin tinggi apabila di bandingkan dengan sistem konvensional.
Tahap yang dilakukan dalam pengabdian yaitu, tahap sosialisasi, FGD dan kunjungan ke perkebunan contoh Asa Cofee yang dimiliki oleh Armiadi di desa Atu Gajah Kabupaten Aceh Tengah.
Kebun percontohan ini membudidayakan kopi dengan mengunakan sistem tanam pagar. Armiyadi memaparkan bagaimana kebun yang diolah dengan menggunakan sistem pagar sangat menguntungkan dari segi produksi sehingga pendapatan yang diperoleh akan meningkat apabila dibandingkan dengan sistem tanam secara konvensional.
Untuk perawatan kopi arabika yang menggunakan sistem pagar ini tidak terlalu sulit karena menggunakan pupuk kompos yang di fermentasi selama kurang lebih 6 bulan yaitu percampuran antara kohe (kotoran Hewan), sekam padi, karena menerapkan sistem ambil dan kembalikan.
Maksudnya adalah, ketika kita sebagai petani mengambil hasil kopi katakan 1 ton maka unsur hara yang harus kita kembalikan ke alam adalah 1 ton karena sistem ini untuk menjaga stabilitas unsur hara dan kesuburan tanah yang ada di kebun kita.