Resam Munirin Reje, Harapan Rakyat Pemimpin Bersih

Harie.Id – Takengon – Tradisi Munirin Reje merupakan resam yang bernilai sakral, diadakan seyogyanya setiap setahun sekali.

Pelaksanaan ini berlandaskan pada Peri Mestike (Mekeruh Bebasuh Haram Besamak-red Gayo). Maknanya, seorang Raja dalam menjalankan roda kepemimpinannya kendati sudah bersifat Musuket Sipet, berfi’il kasih, benar dan suci yang namanya wujud baharu, seseorang iti menjadi tempat kesalahan.

Mama dari itu dalam setahun kepemimpinan seorang Reje dalam hal ini Ulur Rintah, disebut Bupatu diselenggarakan acara tersebut.

BACA JUGA

Harapa rakyat kepada pemimpinya untuk menjalankan tugas berat dan mulia, sehingga kedepan diharapkan pemerintahan bersih dan terpuji.

Resam ini berlaku sebagai hiburan rakyat, karena dalam pelaksanaannya diadakan acara riah riye berupa tari-tarian, seperti, Tari Sining, Tari Bines, Didong dan acara laimya.

Acara ini juga disematkan penjalinan erat tali silaturrahmi antar sesama, antara Raja dengan bawahannya, antara kejurun dengan kejurun, Cik dengan Cik lainnya dan dengan seluruh rakyat yang hadir.

Sejarah Singkat Munirin Reje

Semenjak masa kerajaan Linge dahulu, Resam munirin Reje setiap tahunya diadakan dan dilaksanakan secara meriah, karena dihadiri oleh seluruh jajaran Opat Mukawal, Pitu mudeniye, yakni kejurun Linge beserta tujuh Cik dan rakyat sekitar, Kejurun Abuk beserta Cik dari Lokop Serbejadi, Kejurun Petiamang beserta Cik dari Belang Kejeren, dan Kejurun Syiah Utama beserta Cik dari Samar Kilang Nosar.

Pelaku utama acara ini diantaranya adalah Pengulu tawar dari Syiah Utama, Pengulu Mungkur dari Mungkur Gewat, Pengulu Bedak, Pengulu Payung, Pengulu Suku, Pengulu Lot, dan Pengulu Uwak.

Kemudian setelah kemerdekaan Negara Republik Indonesia, kerajaanpun dengan sendirinya lebur. Mungkin semenjak itu pula resam Nirin Reje hilang tak lagi ditiadakan.

Kemudian di tahun 1970-an dikaji dan digali kembali oleh para orang tua di Kampung Linge Kecamatan Linge Kabupaten Aceh Tengah dan diadakan acara ini pertama kali di Kampung tersebut.

Ketika itu, yang menjadi Reje kampung adalah Bapak Abdussalam, dimasa itu kampung lain atau kampung sekitarnya pernah mengadakan acara tersebut, seperti Kampung Jamat, dan lain sekitarnya. Tapi sayang lambat laun mungkin karena alasan tertentu hingga kini tidak dilakukan lagi.

Alasan dan Tujuan Melaksanakan Munirin Reje

Segala sesuatu dilakukan harus ditinjau dari segi manfa’at dan mudharatnya, begitupun dengan pelaksanaan resam munirin Reje, dimasa- masa nenek moyang terdahulu. Setiap tahunnya selalu dilaksanakan, mereka sudah menilai dari segi manfa’at dan mudharat.

Karena resam ini termasuk kedalam nilai yang sakral, mekeruh bebasuh haram bersamak, sang Raja selama setahun mengemban amanat rakyat sudah barang tentu ada kekurangan, kekhilapan, dan kesalahan maklum wujud baru maka dalam kesempatan itu sang Raja pun mempertanggung jawabkan amanah yang telah dilaksanakannya, sekaligus memohon kema’afan dari seluruh rakyat.

Begitupun sebaliknya seluruh rakyat sudah barang pasti mempunyai kesalahan paling sedikit lebih ucap dan salah kata, dalam kesempatan itu pula rakyat memohon ma’af seraya berharap kedepannya agar sang Raja selalu dalam lindungan sang pencipta Allah SWT, sehat-sehat selalu, sabar dan mengayomi serta kuat dan bijak sana tegas dalam hal amal ma’ruf nahi mungkar.

Beri’tikat lebih baik lagi dan gigih memakmurkan Nenggeri, sehingga seluruh rakyat merasa aman sentosa, sehingga bebas berusaha dengan mengikuti aturan dan perundangan yang berlaku.

Hal ini merupakan manfa’at yang tegolong besar atas terjalinnya harmonisasi antara penguasa dengan bawahannya bahkan dengan seluruh rakyat seisi Nenggeri.

Terlebih-lebih dalam acara ini ada disampaikan harapan dan mandat dari segenap rakyat yang juga disampaikan dengan cara sakral tentu selaku penerima mandat dalam kesehariannya menjalankan mandat itu nantinya akan mengingat dan terngiang dalam pendengarannya.

Resam ini telah dilakukan di Pemrintahan Shabela – Firdaus pada tanggal 17 Februari 2020 lalu, tepat di Hari Ulang Tahun (HUT) Kute Takengen oleh Majelis Adat Gayo.

Prosesi itu berlangsung di Kampung Kelitu, Kecamatan Bintang, Kabupaten Aceh Tengah.

Saat itu Bupati Shabela dimandikan tanpa Wakilnya Firdaus. Usai prosesi, Shabela melaporkan kinerjanya selama setahun kepada rakyat di Halaman Setdakab.

Selanjutnya, kegiatan bernilai resam itu tak lagi digelar lantaran Covid-19 tengah merebak di tanah air.**

BERITA TERKAIT

BERITA TERKINI