HARIE.ID, TAKENGON | Reje Kampung (kepala desa-red) Kampung Mah Bengi, Kecamatan Bebesen, Aceh Tengah tetap komitmen mempertahankan amanah rakyat yang dimandatkan kepada nya.
Meski saat ini polemik dugaan korupsi dan kasus pelayanan publik dituduhkan kepada nya di gedung DPRK Aceh Tengah.
Namun ia tetap terlihat “tenang” menghadapi gejolak itu. Bahkan, ia juga membantah tudingan tersebut dengan versinya. Bukan membela diri, melainkan menyatakan apa yang ia alami selama menjabat sebagai tampuk pimpinan di desa tersebut.
Hanya sekali Reje Mah Bengi ini berkelakar di Gedung sidang DPRK. Itupun saat diminta klarifikasi oleh sejumlah anggota DPRK.
Selain itu, dua kali interupsi atas tudingan yang mengarah padanya tak diperkenankan oleh dewan. Saat itu ingin membantah pernyataan Tarmina dan Hamdan.
Dia disebut oleh sejumlah masyarakat nya tak “merakyat”, bahkan sederet tudingan korupsi pun diutarakan, tertulis rapi dalam secarik kertas dengan nominal angka – angka.
Ia juga dituding menyalahi pelayanan publik lantaran kantor desa Mah Bengi tak beroperasi selama 8 bulan, sejak kasus ini bergulir Maret 2023 lalu.
Apalagi, Sayuman kini bertahan “Single”, semua aparatur nya telah mengundurkan diri dari jabatan nya masing – masing dengan alasan tertentu.
Atas dasar itu kini Sayuman seakan menelan pil pahit. Harus menghadapi sendiri benang gasut yang tengah diterpa nya, namun ia juga di topang oleh pihak Kecamatan.
Pun demikian, dalam kondisi kesendirian nya, ia tetap bertugas dibantu Bedel (Plt) aparatur yang kosong dari pihak Kecamatan Bebesen.
“Kami tetap melayani surat menyurat dari rumah, lalu saya sampaikan langsung ke Kecamatan, ini menjadi tugas kami,” kata Suyaman menjawab tudingan tersebut di DPRK, Senin 06 November 2023.
Tak ada istilah “Nego”, dalam pertemuan itu hanya menyeruak permintaan Reje Sayuman mundur dari jabatan nya dan ditunjuk bedel dari pihak Kecamatan. Catatan penting nya adalah kata “Segera Dicopot”.
Namun, permohonan ini tak segampang membalikkan telapak tangan, harus melalui mekanisme atau regulasi yang diterbitkan oleh Pemerintah.
Diantaranya, ada delik pidana, mengundurkan diri dan meninggal dunia, sehingga proses bedel ini pun bisa terwujud.
Pun demikian, tudingan itu belum dapat diselesaikan di gedung DPRK, melainkan harus ditangani oleh Inspektorat untuk melakukan audit khusus.
Hasil ini nantinya akan menjadi penentu Reje Sayuman harus mundur atau “bersih” selama memimpin di desa Mah Bengi.
“Kami sudah melaksanakan apa yang menjadi tuduhan ke kami. Saya di desak mundur, toh, belum ada bukti kongkret yang menjadi sebab saya mengundurkan diri,” cetus Suyaman.
Kekosongan aparatur di Desa Mah Bengi menjadi salah satu penyebab langkah Suyaman tersendat.
Ia juga tidak menginginkan aparatur nya itu mengundurkan diri. Namun, apalah daya, mereka punya alasan tersendiri yang tak bisa dielakkan.
“Pengunduran diri Dusun, mereka dengan hati ikhlas mengundurkan diri, Seperti, dusun Simpang, ia mengundurkan diri karena bekerja sebagai Supir Truk ke Medan,” katanya.
Begitu juga dengan Dusun Atu Kul, mengundurkan diri sesudah lulus di suatu pekerjaan lain dan tidak bisa merangkap.
“Kalau dusun Musara mengundurkan diri karena bekerja dan sibuk dalam proses jual beli kopi di daerah Paya Ilang,” kata Reje.
Sedangkan pengunduran diri Bendahara, lantaran mengaku sudah berumur dan tidak lagi bisa beraktifitas seperti biasa.
“Alasan mereka berbeda-beda, kami sedang memproses pencarian kaur atau dusun namun dihadapkan dengan keadaan seperti ini saat itu,” kata Suyaman.
Ia juga menceritakan sebuah kondisi yang cukup sulit ia alami. Dalam sebuah pertemuan di Menasah di Kampung tersebut ia didesak mundur.
“Kami diundang ke Menasah untuk bermusyawarah tentang desa, namun pemecatan kami yang dibahas, sedangkan saya tidak tau sebab tudingan ini. Malam itu saya didesak mundur, saya berpikir dulu, tiga kali saya keluar dan tiga kali saya masuk, permintaan mereka tetap harus mundur,” katanya.
“Saya dipilih bukan sekedar dipilih begitu saja, melainkan lewat proses demokrasi. Saya tidak mengundurkan diri, semua pekerjaan sedang berproses,” kelakar Suyaman menggema di gedung DPRK.
Atas nama pelayanan masyarakat tetap berjalan. Ia mengaku meneken surat menyurat di rumah.
“Aktifitas kantor desa selama konflik tidak pernah dibuka, karena kami tinggal sendiri, selebihnya sudah mundur. Pun demikian, kami tetap menunggu hasil audiensi di DPRK, sekaligus dengan aparatur baru yang ditunda penyerahan SK nya oleh Camat Bebesen,” katanya.
Aparatur kampung Mah Bengi, saat ini status penyerahan SK nya di pending, menunggu hasil koordinasi DPMK Aceh Tengah ke Provinsi Aceh terkait pelayanan publik yang sedang menerpa Reje Suyaman.
“Kita tunggu saja hasilnya, apapun itu, kita tetap berpedoman pada hasil demokrasi dan aturan yang ada,” demikian Suyaman berharap, polemik ini segera usai.
Penulis| Arinos