ADVERTISEMENT

Gas Hilang dari Pasaran, RSUD Datu Beru Masak dengan Kayu Bakar untuk Pasien

HARIE.ID | TAKENGON – Di balik hiruk-pikuk penanganan bencana hidrometeorologi yang melanda Aceh Tengah, dapur RSUD Datu Beru Takengon kini harus memasak dengan kayu bakar.

Ketika pasokan gas hilang dari pasaran dan akses ke ibu kota kabupaten terputus, dapur rumah sakit yang menjadi sumber makanan bagi pasien dan tenaga kesehatan harus.

“Insya Allah dapur kita untuk pasien memasak dengan kayu bakar, karena pasokan gas tidak dapat di pasaran,” tutur Direktur RSUD Datu Beru, dr. Gusnarwin menggambarkan perjuangan dapur umum di tengah serba kekurangan, Minggu 07 Desember 2025.

BACA JUGA

Mulai hari ini, asap tipis dari tungku kayu bakar memenuhi area dapur rumah sakit, sebuah pemandangan yang sudah puluhan tahun tak terlihat.

Para petugas dapur bekerja saling bantu, berpeluh di antara kepulan asap, memastikan pasien tetap mendapatkan asupan makanan hangat.

“Kami harus masak dengan kayu bakar dan apa adanya. Untuk lauk, hanya telur puyuh. Sayur-mayur tidak ada,” ucap Gusnarwin.

Beras sudah tertolong. Pemerintah daerah melalui rekomendasi Bupati mendapat prioritas pasokan dari Bulog. Namun untuk lauk pauk dan kebutuhan gizi lainnya, masih sangat terbatas.

“Mungkin kalau ada masyarakat yang punya kelebihan, tolong bantu kami di rumah sakit ini, terutama pasokan gas,” pinta Gusnarwin lirih.

Meski pasokan makanan minim, kondisi pasien masih stabil. Mereka yang tidak dalam kondisi darurat memilih tidak dirawat, mengingat akses ke kota masih terputus akibat bencana.

“Pasien baik-baik saja, karena yang tidak emergensi tidak bersedia dirawat,” jelas Gusnarwin.

“Staf juga kita kasih makan, kami masak sama-sama di dapur, makan bersama. Saya pun makan di dapur bersama mereka,” katanya.

Selain makanan, persoalan air bersih menjadi masalah paling mendesak.

RSUD kini mengandalkan ambulans untuk mengambil air dari Danau Lut Tawar. Setiap hari mobil ambulans hilir mudik membawa tandon air, sebuah ironi di tengah tugas penanganan bencana.

Untuk listrik, setelah dua hari gelap, PLN berhasil mengalirkan suplai terbatas. Sebelumnya RSUD mengandalkan genset yang menghabiskan BBM dalam jumlah besar sementara BBM sendiri sangat sulit diperoleh.

Dalam suasana penuh keterbatasan, semangat tenaga kesehatan justru menjadi cahaya harapan.

“Yang dekat-dekat saja yang bisa jalan kaki atau naik sepeda. Karena BBM sulit. Tapi mereka tetap datang,” kata Gusnarwin.

Tenaga kesehatan yang tinggal dekat RSUD tetap setia menjaga pelayanan, meski banyak akses transportasi lumpuh.

Di tengah keterbatasan, satu kabar baik datang, suplai untuk alat cuci darah sudah masuk kembali. Meski sempat tertunda sehari, koordinasi cepat antara pemerintah daerah, pemerintah pusat, dan Kementerian Kesehatan membuat layanan vital tersebut kembali berjalan.

Dengan kondisi makanan, air bersih, dan BBM yang masih jauh dari cukup, RSUD Datu Beru terus berharap bantuan masyarakat dan pemerintah.

Dapur tetap mengepul. Kayu bakar terus disusun. Para tenaga kesehatan terus datang berjalan kaki, bersepeda, dan bekerja dengan hati.

“Kami pastikan pelayanan kesehatan tidak pernah berhenti,” pungkas Gusnarwin.

Laporan | Karmiadi 

BERITA TERKAIT