HARIE.ID, TAKENGON | Untuk pertama kalinya menginjakkan kaki di Tanah Gayo, aktris senior Sha Ine Febriyanti langsung jatuh hati.
Bukan karena hingar-bingar atau megahnya kota, melainkan karena ketenangan dan keteduhan yang langsung menyelimuti hatinya.
“Pertama kali ke sini tuh saya ngerasa kota ini tenang ya, terus juga teduh,” ujarnya saat diwawancarai awak media, Jum’at 04 Juli 2025.
Film Black Coffe Ine memerankan Rabiah, seorang perempuan buta yang hidup bersahaja bersama suaminya juga seorang tunanetra yang diperankan oleh Reza Rahadian.
Keduanya bekerja sebagai petani kopi, menggambarkan potret kehidupan sederhana masyarakat Gayo.
“Sebenarnya ceritanya sangat sederhana, kehidupan sehari-hari yang sangat bersahaja. Tapi justru di situlah letak keindahannya,” katanya.
Meski sederhana katanya lagi, peran ini menjadi tantangan tersendiri. Tak hanya soal gestur dan emosi, namun juga bagaimana ia harus benar-benar mendalami bahasa dan budaya Gayo.
“Saya berbahasa Gayo, dan aktingnya tuh nggak bisa yang gede-gede gitu. Harus subtil, harus alami. Ini tantangan banget buat saya,” ungkapnya.
Baginya, masyarakat Gayo punya keunikan tersendiri. Dibandingkan dengan kota-kota besar seperti Medan atau ibu kotanya Aceh, Gayo hadir dengan karakter masyarakat yang lembut dan halus, selaras dengan alamnya yang meneduhkan.
“Saya tidak membandingkan, tapi memang berbeda. Di sini tuh seperti di Jawa Tengah, orang-orangnya halus, bertutur kata lembut. Alamnya juga teduh, jadi saya betah banget di sini. Dingin juga,” tambahnya sambil tersenyum.
Meski mengambil latar budaya yang kental, film Black Coffee bukan sekadar eksplorasi etnografi. Film ini menyentuh sisi paling humanis dari kehidupan cinta, perjuangan, dan penerimaan dalam keterbatasan.
“Banyak yang berpikir ini film populis karena pakai nama besar dan latar terkenal. Tapi sebenarnya film ini sangat subtil, sangat jujur dalam menggambarkan masyarakat Gayo,” pungkasnya.
| ARINOS