Oleh: Rachmat Jayadikarta, SE
Kunjungan 18 gubernur yang tergabung dalam APPSI ke Kementerian Keuangan Republik Indonesia baru-baru ini menjadi sorotan nasional.
Mereka menyampaikan keberatan atas kebijakan pemerintah pusat yang memangkas Dana Transfer ke Daerah (TKD) secara signifikan untuk tahun anggaran mendatang.
Kebijakan ini, yang disebut sebagai langkah efisiensi fiskal nasional, menimbulkan dampak besar terhadap kemampuan fiskal daerah dalam menjaga keseimbangan keuangan, terutama di daerah dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terbatas seperti Kabupaten Aceh Tengah.
Dalam konteks penyusunan APBK 2026, pemangkasan TKD ini menjadi tantangan berat bagi pemerintah daerah dalam memastikan akurasi perencanaan anggaran, kesinambungan program pembangunan, dan keberlanjutan belanja publik.
Dana Transfer ke Daerah selama ini menjadi tulang punggung pembiayaan belanja daerah.
Berkurangnya TKD otomatis mempersempit ruang fiskal daerah. Akibatnya, pemerintah daerah harus menyesuaikan kembali prioritas program, terutama untuk sektor yang menyentuh langsung kepentingan publik seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur dasar.
Tanpa perhitungan yang cermat, penyesuaian ini dapat mengakibatkan APBK 2026 kehilangan akurasi fiskal, baik dalam sisi belanja maupun capaian output pembangunan.
Program yang sudah direncanakan bisa tertunda, bahkan dibatalkan, karena keterbatasan dana pendamping dan ketidakpastian penerimaan.
Pemangkasan TKD semakin memperparah masalah lama: rendahnya serapan anggaran daerah.
Setiap akhir tahun, fenomena klasik kembali muncul anggaran menumpuk di kas daerah tanpa terserap optimal. Padahal, belanja daerah seharusnya menjadi instrumen utama penggerak ekonomi lokal.
Akar persoalan ini terletak pada perencanaan kegiatan yang kurang matang, lemahnya koordinasi antar-OPD, dan keterlambatan proses administrasi. Banyak kegiatan baru dimulai di semester kedua akibat lamanya proses lelang dan revisi DPA.
Akibatnya, kegiatan menumpuk di akhir tahun dan kualitas belanja menjadi rendah.
Kehati-hatian dalam mengelola keuangan publik memang diperlukan, namun kini muncul fenomena over compliance, di mana pejabat terlalu berhati-hati karena khawatir tersandung aturan hukum.
Situasi ini membuat proses pencairan dana dan pelaksanaan kegiatan menjadi lamban. Ditambah dengan rotasi jabatan di tengah tahun anggaran dan keterbatasan sumber daya manusia di bidang keuangan, efektivitas pelaksanaan program semakin terhambat.
Selain tekanan dari sisi transfer pusat, Aceh Tengah juga menghadapi tantangan dari sisi PAD yang fluktuatif. Ketika target PAD tidak tercapai, kegiatan yang membutuhkan dana pendamping sering tertunda.
Faktor geografis seperti medan pegunungan dan cuaca ekstrem juga mempengaruhi pelaksanaan proyek fisik, terutama infrastruktur jalan dan irigasi yang sangat bergantung pada kondisi lapangan.
Monitoring dan evaluasi (Monev) di daerah masih bersifat administratif dan reaktif. Evaluasi biasanya dilakukan menjelang akhir tahun, ketika ruang koreksi sudah sempit.
Ke depan, daerah seperti Aceh Tengah perlu membangun sistem pengawasan real-time berbasis digital seperti SIPD dan e-Monev, agar keterlambatan realisasi bisa dideteksi sejak dini dan dikoreksi pada triwulan berjalan.
Untuk menjaga akurasi APBK 2026 di tengah keterbatasan fiskal, Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah perlu melakukan langkah-langkah strategis, antara lain:
1. Menata ulang prioritas belanja agar fokus pada program pelayanan dasar dan ekonomi rakyat.
2. Meningkatkan kualitas perencanaan fiskal berbasis data, dengan proyeksi penerimaan dan belanja yang realistis.
3. Mempercepat proses penetapan APBK dan DPA agar kegiatan bisa dimulai di awal tahun.
4. Memperkuat kapasitas SDM di bidang pengadaan dan keuangan daerah.
5. Mengoptimalkan sistem digital keuangan dan monitoring, untuk mempercepat pelaporan dan pengawasan.
6. Mendorong inovasi pembiayaan alternatif, seperti kerja sama pemerintah-swasta atau pembiayaan berbasis kinerja.
Pemangkasan Dana Transfer ke Daerah (TKD) menjadi sinyal bahwa pemerintah pusat mendorong daerah agar lebih mandiri dan efisien dalam mengelola keuangannya.
Namun, bagi daerah dengan ketergantungan fiskal tinggi, kebijakan ini bisa menjadi ujian berat terhadap kapasitas perencanaan dan ketahanan fiskal. Bagi Aceh Tengah, akurasi APBK 2026 bukan hanya persoalan teknis penyusunan angka, tetapi menyangkut keberanian kepemimpinan fiskal, efektivitas birokrasi, dan inovasi kebijakan publik.
Hanya daerah yang mampu beradaptasi dengan tekanan fiskal yang akan tetap mampu menjaga keberlanjutan pembangunan dan kesejahteraan rakyatnya.
| Penulis Adalah Pengamat Ekonomi dan Kebijakan Daerah












