Erwin Pratama ke Tenaga Honorer, “Katakan yang Benar Meski Pahit”

1.2k
SHARES
6.9k
VIEWS

HARIE.ID, TAKENGON | Penjabat (PJ) Sekretaris Daerah (Sekda) Aceh Tengah, Erwin Pratama, menyoroti persoalan tenaga honorer dan tenaga kontrak yang telah berlangsung sejak 2012 saat beraudiensi dengan tenaga honorer di ruang sidang DPRK, Kamis 30 Januari 2025.

Dalam pertemuan tersebut, tenaga kontrak atau honorer yang telah bekerja selama puluhan tahun menguat belum mendapatkan perhatian yang layak.

Ia menjelaskan, pendataan terakhir dilakukan antara tahun 2010 hingga tahun 2012, dan sejak saat itu kata dia, tidak ada tenaga kontrak yang bertambah dalam database resmi.

BACA JUGA

“Waktu ke Kemenpan saya ikut, saya bagian dari Perencanaan Kepegawaian BKPSDM saat itu. Saya ingat betul, dalam database tidak ada tenaga kontrak yang bertambah selain yang sudah terdata di tahun 2012,” ungkapnya.

Namun, Erwin menyebut, pemerintah pusat mulai menanggapi keluhan tenaga kontrak pada tahun 2022 dengan kembali melakukan pendataan.

Sebelumnya, database tahun 2012 telah dianggap selesai dengan jumlah sekitar 1.200 tenaga kontrak.

Ia juga menyoroti persoalan tenaga pendidik yang hingga kini belum mendapat kepastian status.

“Ada sekitar 86 tenaga guru yang masih terabaikan. Seharusnya mereka sudah diangkat sebagai PNS, bukan tenaga paruh waktu,” ujarnya.

Erwin menyebut, Pemerintah daerah bukan tidak peduli terhadap tenaga honorer, namun banyak kebijakan pusat yang membatasi kewenangan daerah dalam pengangkatan tenaga kontrak menjadi ASN atau PPPK.

Selain kemampuan keuangan daerah, begitu juga dengan regulasi yang diterbitkan oleh pemerintah pusat.

“Seolah kami abai terhadap tenaga pendidik, padahal tahun 2012 sudah diberi peluang, lalu pada 2022 didata kembali dan jumlah nya terus bertambah,” katanya.

Menurutnya, permasalahan ini semakin rumit karena tenaga kontrak dan honor yang seharusnya sudah selesai pendataannya sejak 2012 terus mengalami ketidakpastian, termasuk masalah gaji.

“Soal gaji Rp250 ribu, kami akan tanyakan. Yang saya ketahui, per SKPK itu sekitar Rp700-Rp800 ribu. Apakah ada kebijakan lain? Ini yang harus diperjelas agar tidak ada kesalahpahaman,” kata Erwin.

Ia juga khawatir terhadap data tenaga kontrak yang sering berubah dan tidak sesuai dengan kondisi di lapangan.

“Ada tenaga kontrak yang mundur tapi tetap didata, ada honorer tidak aktif tapi kami didesak untuk menandatangani. Ini mencoreng nama baik pemerintah,” tegasnya.

Bahkan, ia menyoroti adanya tenaga kontrak yang dinyatakan lulus seleksi PPPK, namun di protes setelah lulus. Tetapi saat pendataan tidak ada yang memberikan sanggahan.

“Kenapa saat pendataan tidak ada yang menyampaikan sanggahan? Ada yang hanya mengambil gaji, saya sendiri yang harus tanda tangan, kalau tidak tanda tangan, malah diancam bawa parang dan lain – lain,” ujarnya.

Dalam kesempatan itu, Erwin mengajak seluruh tenaga honorer untuk bersikap jujur dan berani menyampaikan fakta terkait kondisi di lapangan.

“Tolong buat satu sanggahan bahwa yang bersangkutan tidak aktif bekerja, kalian yang lebih memahami kondisi di lapangan, sampaikan secara tersurat, jangan setelah lulus baru di protes,” pintanya.

“Katakan yang benar meskipun itu pahit. Bantu kami untuk menyatakan kebenaran,” pungkas Erwin.

| ARINOS

BERITA TERKAIT

BERITA TERKINI