Cangkul Padang “Gugur” Sebelum Ditindak

121
SHARES
674
VIEWS

HARIE.ID, TAKENGON – Di tepian Danau Lut Tawar yang pagi itu tenang dan berkabut, sejumlah warga tampak sibuk membongkar sendiri alat tangkap ikan yang selama ini menjadi andalan mereka cangkul padang.

Tak ada paksaan, tak ada razia. Hanya ada kesadaran yang tumbuh, pelan tapi pasti, yang mereka lakukan dulu, ternyata mengancam Danau yang selama ini mereka gantungkan hidup.

Bagi sebagian orang, membongkar cangkul padang bisa jadi keputusan pahit. Namun bagi warga Kampung Kala Bintang dan sekitarnya, ini adalah titik balik.

BACA JUGA

“Kami sadar. Kalau bukan kami yang jaga Danau ini, siapa lagi?” ujar salah seorang nelayan dengan suara lirih, sesaat setelah ia menyandarkan kayu bekas alat tangkap itu di pinggir Danau.

Langkah tak biasa ini menuai apresiasi dari Bupati Aceh Tengah, Haili Yoga,. Ia datang langsung meninjau lokasi pembongkaran, Selasa 13 Mei 2025.

Di hadapan Camat, Reje, dan tokoh masyarakat, ia menyampaikan penghargaan atas sikap sukarela para pemilik cangkul padang.

“Kami sangat mengapresiasi kesadaran masyarakat yang telah secara sukarela membongkar cangkul padang dan cangkul dedem. Ini bukti nyata dari dukungan masyarakat terhadap pelestarian lingkungan dan keberlanjutan sumber daya Danau Lut Tawar,” kata Bupati Haili Yoga.

Cangkul padang atau cangkul dedem, selama ini dikenal sebagai jenis alat tangkap yang efektif namun kontroversial. Menyapu dasar danau dengan cara merusak, menangkap semua yang ada dari ikan dewasa hingga benih-benih muda yang belum sempat tumbuh.

Penggunaan alat ini telah lama dikeluhkan nelayan tradisional yang masih bertahan dengan jaring dan alat ramah lingkungan.

“Kadang kami tidak dapat apa-apa. Tapi yang pakai cangkul padang bisa bawa pulang ember-ember penuh,” ujar seorang nelayan tua yang sejak dulu menolak beralih ke alat tangkap destruktif.

Kini, kesadaran mulai tumbuh. Perlahan tapi mengakar. Di Kala Bintang, cangkul padang tak perlu disita, tak perlu ditertibkan. Ia gugur oleh niat baik pemiliknya.

Langkah ini juga tak berdiri sendiri. Tokoh adat, alim ulama, akademisi, hingga organisasi kepemudaan menyuarakan dukungan.

Mereka menilai, kerusakan Danau Lut Tawar tidak bisa lagi ditoleransi. Apalagi, danau ini rumah bagi ikan Depik, spesies endemik yang mulai terancam.

“Kalau bukan sekarang, kapan lagi?” kata seorang pemuda dari komunitas lingkungan.

“Kerusakan sudah nyata. Tapi kita masih bisa memperbaikinya.” kata Dedy LSM Leuser Hijau Lestari.

Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah menyatakan komitmen untuk terus melakukan sosialisasi dan pendampingan kepada para nelayan. Bahkan, Pemkab telah menerbitkan teguran pertama untuk 175 pemilik alat tangkap ikan ini.

Tujuannya jelas, mengganti alat tangkap merusak dengan yang lebih ramah lingkungan.

Bupati Haili Yoga berharap, tindakan sukarela ini tak hanya berhenti di Kala Bintang. Ia ingin gelombang kesadaran ini menyebar luas, menjadi budaya, bukan sekadar kebijakan sementara.

Karena di balik setiap cangkul padang yang dibongkar, tersimpan harapan agar Danau Lut Tawar kembali jernih, populasi ikan kembali sehat, dan para nelayan bisa kembali tersenyum.

Bukan karena hasil tangkapan yang melimpah, tapi karena tahu mereka telah memilih jalan yang benar.

* Catatan Redaksi

BERITA TERKAIT

BERITA TERKINI