Didong, kesenian khas Gayo tak sekedar seni namun telah menjadi jati diri kebudayaan Gayo. Seni tradisi ini kembali bergeliat. Dalam kekinian, event Kopi Gayo Didong Runjang menjadi event wisata dan atraksi budaya tiap akhir pekan, bertema kopi.
Jika anda berkunjung ke Gayo di akhir pekan, ke Aceh Tengah atau Bener Meriah dan ingin menyaksikan pagelaran budaya? Anda bisa menyaksikan festival Kopi Gayo Didong Runcang pada setiap Sabtu dan Minggu tiap pekan.
Acara ini berlangsung antara pukul 20.00 – 22.30 WIB di Taman Inen Mayak Teri Samping Pendopo Bupati Aceh Tengah, sementara di Bener Meriah digelar di Taman Pedestrian Rembele mulai pukul Sabtu sore 16.00 WIB sampai 18.30 WIB.
Seniman seniman Didong yang ada di Gayo akan tampil memukau dengan syair-syair indah penuh makna, melantun merdu dan tepukan-tepukan khas yang hanya ada dalam seni Didong.
Seni ini adalah seni tradisi dalam khazanah kebudayaan Gayo yang hingga kini masih lestari. Tak hanya sekedar seni namun juga media silaturahmi masyarakat Gayo.
Tiap Sabtu sore, taman di tengah ibu kota Aceh Tengah ini akan diramaikan oleh panitia yang mempersiapkan pertunjukan di malam harinya. Selain Didong, acara juga diisi dengan penampilan serta kolaborasi pertunjukan seni lainnya.

Jika di hari biasa taman Mayak Teri yang terletak di samping Pendorong Bupati Aceh Tengah tampak lengang, semenjak event ini digelar menjadi ramai pada akhir pekan. Terutama ketika malam Minggu. Dipenuhi pelaku seni, budayawan dan para pengunjung.
Suasana semakin mengasikan ketika disekitar lokasi juga tersedia berbagai jajanan dan Kopi Arabika Gayo yang disediakan Cafe Mobile yang mangkal dilokasi. Kegiatan ini, kini menjadi salah satu momen yang ditunggu tiap akhir pekan.
Acara ini inisiasi murni komunitas-komunitas yang peduli terhadap seni Budaya dan Kopi Gayo. Berbentuk swadaya yang dalam perkembangan kemudian mendapat sambutan dari masyarakat termasuk Pemerintah di dua Kabupaten, Aceh Tengah dan Bener Meriah.
Ruang Ekspresi dan Ekonomi Kreatif
Fikar W Eda, sang Koordinator Kopi Gayo Didong Runjang, dari Komunitas Desember Kopi Gayo mengungkapkan, perhelatan ini adalah event Didong Anak muda milenial dari 14 Kecamatan di Kabupaten Aceh Tengah dan 10 Kecamatan di Bener Meriah.
“Latar belakang, event ini dibuat adalah dalam rangka meningkatkan pembangunan pariwisata tanah Gayo berbasis kopi, adat istiadat dan kelestarian lingkungan” Kata Fikar yang juga Founder Desember Kopi Gayo.
Untuk itu sebut Fikar, maka perlu diselenggarakan sebuah atraksi melalui seni budaya dan hiburan lainnya, secara berkala dan berkelanjutan di Taman Inen Mayak Teri, Takengon, Aceh Tengah juga di Bener Meriah.

“Kegiatan ini dimaksudkan untuk meningkatkan kunjungan wisata ke tanah Gayo yang terkenal dengan kopi Gayo, keindahan alam, dan kekayaan adat budaya serta sejarah dan prasejarah” jelas Fikar, seniman yang dikenal getol mempromosikan Kopi Gayo melalui budaya dan kesenian ini.
Tanah Gayo penghasil utama kopi Arabika dengan 106 ribu hektar kebun kopi, merupakan sandaran ekonomi utama masyarakat Dataran Tinggi Gayo, tak hanya Kopi daerah ini sangat kaya dengan budaya, salah satunya adalah Didong.
Dijelaskan Fikar, konsep dan bentuk acara adalah penampilan Didong dari 14 kecamatan Aceh Tengah dan 10 Kecamatan Bener Meriah, penampilan seniman jalanan dan pertunjukan seni lainnya, juga lapak-lapak jajanan makanan dan minuman halal dalam rangka pemberdayaan UMKM masyarakat sekitar baik hasil kerajinan atau oleh-oleh.
Pengarah kegiatan ini adalah dr Eddi Junaidi SpOG SH MKes dengan Azzam Musara sebagai Kurator Didong dan Yus Oloh Guwel sebagai Kurator Seni Pertunjukan, serta Irmansyah sebagai fasilitator Bener Meriah dan Ismail Wahab, Fasilitator Aceh Tengah.
Kesenian di Gayo yang sempat lesu karena pademi, kini mulai bangkit dengan hadirnya festival ini. Ruang ekspresi bagi para seniman di Dataran Tinggi Gayo, alam yang indah dengan Danau Lut Tawar dan seni budaya yang unik.
Perlombaan Didong Milenial
Didong adalah sebuah kesenian rakyat Gayo yang memadukan unsur tari, vokal dan sastra. Kopi Gayo Didong Runjang, tak sekedar seni pertunjukan dan hiburan namun juga perlombaan grup didong. Festival didong di masing-masing di Aceh Tengah dan Bener Meriah.
Grup didong yang tampil juga diperlombakan. Total hadiah dalam perlombaan ini Rp 50 juta untuk Aceh Tengah dan hadiah total Rp 30 juta untuk Bener Meriah.
Azzam Musara, sang Kurator menjelaskan peserta merupakan klub didong setiap kecamatan yang ada di Aceh Tengah, usia peserta maksimum 35 tahun, setiap klub jumlah orangnya minimal 10 dan maksimal 20 orang.

Penampilan setiap waktu tiap pekan hanya tampil satu klub dari satu kecamatan. Sementara lagu-lagu yang dibawakan adalah yang menyangkut dengan budaya adat Gayo dan pariwisata. Dalam penampilannya dibatasi waktu 45 menit dan akan dikomentatori oleh komentator dan dinilai oleh juri. Setelah dikomentari dalam waktu hanya 15 menit. Dan dilanjutkan untuk menampilkan didong seni bebas yang dapat diikuti oleh siapapun.
Pemberian hadiah akan diberikan setelah semua klub tampil kurang lebih 14 kali ini malam minggu di tambah dengan empat kali malam minggu khusus untuk para finalis. Kegiatan di dua kabupaten itu akan berlangsung sampai Agustus 2023.
“Para finalis akan diambil enam dari 14 klub yang ada, dimana para finalis akan memperebutkan posisi ke satu dan terus sampai posisi ke enam, untuk selanjutnya posisi kesatu akan diberi ruang tampil dua kali dalam setiap bulan dan diikuti tampil masing-masing diberi giliran tampil satu kali selama masa periode tahun berikutnya” jelasnya Azzam, seniman yang pernah berkiprah di Ibukota Jakarta ini.
Jurinya adalah para mestro-mestro Didong. Para pemenang nantinya akan dibawa ke Jakarta dalam acara Puisi Indonesia masing-masing juara dari dua kabupaten dan akan ditampilkan di taman Ismail Marzuki.
Hadiah disediakan sepenuhnya berikan oleh Taradita Grup, kelompok usaha yang bergerak di bidang transportasi, kesehatan, pengolahan limbah, kedai kopi dan sebagainya.
dr Eddi Junaidi SpOG SH MKes, sang pendiri Taradita Group mengungkapkan Hadiah yang diberikan merupakan penyemangat para pelaku seni Didong.
“Hadiah yang kita sediakan sebagai pemantik semangat generasi muda untuk tetap bergiat dalam seni didong” ungkap sosok yang peduli terhadap seni budaya Gayo ini.
Atraksi dan Wisata Budaya
Dikemas dalam nuansa kearifan lokal, kegiatan yang diseponsori oleh PT Taradita Group ini bertujuan selain memupuk dan mengembangkan seni Didong, memanfaatkan ruang publik sebagai ruang ekspresi seni Gayo, mendukung dan pariwisata dataran tinggi Gayo berbasis adat, budaya, sejarah atau prasejarah dan kelestarian lingkungan.
Termasuk menggerakkan komunitas dan anak muda kampung mengelola sumber daya seninya, sebagai bagian pembangunan bidang kepariwisataan dan menjadikan kopi sebagai sumber kreativitas tanpa batas.
“Jadi visi Kopi Gayo Didong Runjang ini, adalah melestarikan budaya dan menjadikan hiburan bernuansa tradisional dari beberapa kalangan masyarakat yang berada di dataran tinggi Gayo”sebut Fikar.

Sementara, misinya terang Fikar, menggiatkan seni tradisional Gayo, mengundang wisatawan lebih mengenal secara dekat kesenian asli Gayo.
Memberikan ruang gerak para seniman untuk berekspresi, ajang hiburan bagi masyarakat gayo dan sekitarnya dan memberikan peluang para UMKM mempromosikan produknya pada kegiatan tersebut.
Azzam Musara menambahkan, Kopi Gayo Didong Runcang merupakan cara baru dalam menghadirkan seni tradisi, sebab bisa dilaksanakan secara berkala, sementara bagi masyarakat, sebut Azzam adalah agenda wisata yang bisa dinikmati selain kopi dan alam Tanah Gayo.
Event ini dirancang menjadi agenda tetap mingguan dalam rangka mendukung pembangunan wisata Tanah Gayo di Aceh Tengah dan Bener Meriah.
“Dengan demikian maka setiap pekannya akan ada atraksi seni budaya di Takengon dan Bener Meriah”kata Azzam.
Seperti namanya, “Kopi Gayo Didong Runcang” tema besar dalam Festival Didong ini adalah Kopi Gayo. Harapannya, Kopi sebagai komoditi terbaik dari daerah berhawa sejuk ini, kedepannya tak hanya sekedar komoditi perdagangan namun juga menjadi komoditi ekonomi pariwisata. Festival ini mendorong hal tersebut.
“Karena di dalam kopi, ada nilai budaya, rasa cinta, silaturahmi dan persaudaraan”kata Fikar W Eda.
Komunitas-komunitas penggagas kegiatan ini punya obsesi, apa yang mereka lakukan akan membawa dampak signifikan untuk perkembangan seni budaya dan wisata termasuk peningkatan nilai tambah Kopi Gayo, begitu juga untuk berdampak pada tumbuh kembang ekonomi kreatif. Tentunya, ada harapan kedepannya, akan lebih banyak komunitas yang terlibat dan dukungan dari setiap elemen termasuk pemerintah. (**)