HARIE.ID, TAKENGON | Kabupaten Aceh Tengah dihadapkan pada peningkatan kasus pelecehan seksual yang memprihatinkan.
Data menunjukkan bahwa jumlah perkara pada tahun 2024 melonjak menjadi 19 kasus dibandingkan 13 kasus pada tahun 2023.
Fakta ini menyoroti ancaman nyata terhadap anak-anak sebagai kelompok yang paling rentan.
Kepala Kejaksaan Negeri Aceh Tengah, Andi Hendrajaya, SH, MH, melalui Kasi Pidana Umum (Pidum), Evan Munandar, SH.MH mengatakan, dari 13 kasus pada tahun 2023, terdapat 6 korban dengan pelaku yang masih anak di bawah umur, sementara 9 korban lainnya merupakan anak-anak yang dilecehkan oleh pelaku dewasa.
Pada tahun 2024, situasinya semakin suram dengan 7 korban anak dilecehkan oleh pelaku di bawah umur dan 12 korban lainnya oleh pelaku dewasa.
“Ini adalah potret buram yang harus kita tanggapi serius. Anak-anak, yang seharusnya tumbuh dalam lingkungan aman dan penuh kasih, justru menjadi korban kekerasan seksual,” kata Evan kepada Harie.id, Selasa 31 Desember 2024.
Pelecehan seksual bukan hanya kejahatan terhadap individu, tetapi juga melukai tatanan sosial. Anak-anak yang menjadi korban harus hidup dengan trauma mendalam yang mungkin tak pernah benar-benar hilang.
Kejahatan ini kata dia, bukan hanya tanggung jawab hukum, tetapi juga tanggung jawab moral semua pihak.
Seperti, orang tua, pendidik, tokoh agama, dan pemerintah harus mengambil peran lebih aktif dalam melindungi anak-anak.
“Orang tua jangan lalai. Jangan biarkan anak-anak tumbuh tanpa pengawasan. Sedikit kelalaian kita bisa menjadi celah bagi mereka yang berniat buruk. Dan untuk masyarakat, berhentilah menjadi saksi bisu, mari bersuara,” ajak Evan.
Peningkatan kasus tersebut juga menyoroti perlunya langkah preventif. Edukasi seksual yang tepat, pengawasan ketat terhadap anak-anak, serta penerapan sanksi tegas bagi pelaku menjadi kunci untuk mencegah kejahatan serupa di masa mendatang.
Ia juga menyampaikan, kasus tersebut adalah alarm bagi semua pihak untuk lebih serius membangun kesadaran kolektif.
“Kita tidak hanya butuh hukum yang tegas, tetapi juga kesadaran bersama untuk membangun lingkungan yang aman bagi anak-anak kita,” tambahnya.
Terakhir, ia berharap, masyarakat Aceh Tengah belajar dari statistik suram ini.
“Apa yang terjadi hari ini adalah pelajaran pahit. Jika kita terus menutup mata, maka angka ini bukan puncak, melainkan hanya awal dari sesuatu yang lebih buruk. Mari kita ubah ini menjadi momentum untuk mereformasi moralitas kita,” ajaknya.
Sebagai penutup, Evan mengingatkan bahwa tidak ada pembenaran atas tindakan pelecehan seksual, apa pun alasannya.
Setiap individu harus menjadi tameng perlindungan bagi anak-anak, bukan sebaliknya.
“Jangan sampai anak-anak kita melihat dunia sebagai tempat yang penuh ancaman. Jadilah contoh yang baik, karena anak-anak belajar dari kita. Dan kepada para pelaku, ingatlah, kejahatan Anda tidak hanya akan dihukum di dunia, tetapi juga di akhirat,” kata Evan Munandar.
Mari bangkit bersama, hentikan pelecehan seksual, dan ciptakan Aceh Tengah yang aman bagi semua.
Memangkas mimpi anak-anak dan mencuri masa depan mereka hanya mencerminkan betapa kosongnya moral seseorang.
“Tidak ada tempat bagi pelaku kejahatan seperti ini dalam masyarakat yang beradab” demikian kata Evan.
| ARINOS