HARIE.ID, TAKENGON | Ironi terselip dalam kisah Panti Asuhan Budi Luhur, yang kini berada di bawah pengelolaan yayasan setelah sebelumnya dinaungi Dinas Sosial Kabupaten Aceh Tengah.
Alih status ini belum menghadirkan solusi, kebutuhan anak-anak yatim dan fakir miskin kini hanya bergantung pada belas kasih pihak ketiga.
Situasi ini menimbulkan pertanyaan, di mana tanggung jawab negara terhadap anak-anak terlantar.
Ketua Fraksi Gerindra DPRK Aceh Tengah, Edi Kurniawan, dalam pertemuan di ruang Ketua DPRK Aceh Tengah menyoroti pentingnya keberpihakan negara sesuai amanat undang-undang.
“Kami meminta Kabag Hukum Pemkab untuk mempelajari regulasi atau undang-undang tentang penanganan anak yatim dan fakir miskin. Ini adalah tanggung jawab kita bersama,” ujar Edi, Kamis 23 Januari 2025.
Namun, kata dia, tanggung jawab itu menjadi teka-teki yang tak mudah dipecahkan.
Edi menyoroti proses tukar guling aset Panti Asuhan Budi Luhur dengan PT Bank Aceh Syariah senilai Rp.8 miliar.
“Apakah hasil aset itu bisa digunakan sebagai penyertaan modal daerah ataukah dividennya untuk menopang kebutuhan Budi Luhur? Ini harus kita kaji dengan hati-hati,” tegasnya.
Pihak Yayasan Budi Luhur dalam pertemuan itu merinci, sejak beralih status, kebutuhan sehari-hari panti hanya dipenuhi oleh uluran tangan pihak ketiga.
“Ada alumni yang bersedekah, ada toko kelontong yang membantu menyediakan beras,” papar Edi.
Edi Kurniawan mengusulkan untuk menggali potensi CSR dari Bank Aceh sebagai salah satu solusi pendanaan. Namun, hingga kini, pihak Bank Aceh belum dilibatkan dalam pembahasan terkait peran mereka untuk Panti Asuhan Budi Luhur.
“Langkah konkret perlu segera diambil, tidak bisa hanya berhenti pada pembahasan,” tegasnya.
Alih status pengelolaan Panti Asuhan Budi Luhur ke yayasan juga tidak lepas dari polemik. Jika panti tersebut dikelola oleh provinsi, aset panti harus dialihkan menjadi milik provinsi. Hal ini dinilai sulit diterima, sehingga pengelolaan yayasan menjadi opsi sementara.
“Meski sulit, ini langkah terbaik saat ini,” lukas Edi.
Dalam kesempatan tersebut, Edi juga menyoroti peran Baitul Mal yang strategis dalam menangani anak yatim dan fakir miskin.
Sebagai lembaga yang mengelola zakat, infaq, dan sedekah, Baitul Mal diharapkan tidak menutup mata terhadap nasib anak-anak di Panti Asuhan Budi Luhur.
“Kami harap Baitul Mal dapat lebih aktif dalam menyelesaikan persoalan ini,” ujarnya.
Pertemuan tersebut turut dihadiri Kabag Hukum Setdakab, pihak Baitul Mal, Yayasan Budi Luhur, serta sejumlah anggota DPRK lainnya.
Apakah nasib anak-anak yatim dan fakir miskin ini akan terus bergantung pada kebaikan hati masyarakat?. Ataukah pemerintah akan mengambil langkah nyata untuk menjamin masa depan mereka?
Yang pasti, anak-anak ini tidak butuh simpati semata, melainkan aksi konkret untuk memastikan hak mereka atas kehidupan yang layak.
| ARINOS