Jurnalis Dibawah Bayang Serangan Fajar, Ketua PWI Aceh Desak Wartawan Bongkar Kecurangan 

44
SHARES
244
VIEWS

HARIE.ID, TAKENGON | Di tengah hiruk-pikuk masa tenang Pilkada 2024, Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Aceh, Nasir Nurdin, menyampaikan seruan tajam, wartawan harus memperkuat fungsi kontrol dan pengawasan, khususnya di saat-saat kritis seperti ini.

Bukan sekadar menyoroti pesta demokrasi, tetapi juga memastikan tidak ada “pesta curang” yang mengorbankan prinsip keadilan.

“Ini saat paling krusial. Peserta pilkada di semua tingkatan berlomba menggunakan berbagai cara untuk merebut hati pemilih. Wartawan harus memainkan perannya secara maksimal dan profesional untuk memantau dan memberitakan itu,” tegas Nasir Nurdin, Minggu 24 November 2024.

BACA JUGA

Ia mengingatkan, kecurangan pilkada bukan hanya soal politik uang, tetapi juga praktik intervensi dengan menyebarkan ketakutan hingga ancaman kepada pemilih.

Bahkan, dugaan melemahkan saksi dengan ancaman tertentu mulai tercium.

“Ada laporan bahwa saksi-saksi diintimidasi hingga mengundurkan diri. Belum lagi dugaan soal ketidaknetralan penyelenggara yang diduga menguntungkan calon tertentu. Semua ini harus menjadi fokus pemantauan wartawan,” imbuhnya.

Namun, Nasir juga mengingatkan bahwa menjadi wartawan yang berani berarti siap menghadapi rintangan.

Ia mengimbau semua pihak agar tidak menghalangi tugas jurnalis yang dilindungi undang-undang.

Nasir tak segan menyinggung fenomena klasik yang kini semakin “kreatif”, serangan fajar.

Bagi-bagi uang yang biasanya dilakukan dini hari jelang pencoblosan, kini bahkan dilaporkan ada yang sudah memberikan “DP”.

“Fenomena ini menarik. Di beberapa daerah, termasuk Banda Aceh, ada oknum calon yang sudah memberikan DP jauh sebelum hari pencoblosan. Wartawan perlu mendalami ini,” kata Nasir dengan nada serius.

Ia berharap wartawan bisa menggali lebih dalam praktik-praktik ini, bukan hanya untuk mengungkap pelanggaran tetapi juga memberi pelajaran bahwa demokrasi sejatinya adalah soal pilihan bebas, bukan hasil tawar-menawar.

Nasir menegaskan, wartawan harus tetap berpedoman pada Kode Etik Jurnalistik (KEJ) dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Dengan mematuhi rambu-rambu itu, wartawan tidak hanya menjadi penonton dalam pilkada, tetapi juga bagian penting dalam penguatan demokrasi.

“Jika wartawan menjalankan tugasnya dengan baik, kita bisa memastikan pilkada yang bebas kecurangan. Inilah kontribusi nyata untuk melahirkan pemimpin sesuai harapan rakyat,” pungkasnya.

Masa tenang mungkin bagi sebagian orang adalah waktu untuk rehat, tetapi bagi wartawan adalah medan penuh tantangan untuk mengawal demokrasi. Jika serangan fajar tak diwaspadai, jangan salahkan jika harapan berubah menjadi gelap sebelum matahari benar-benar terbit.

[ ARINOS ]

BERITA TERKAIT

BERITA TERKINI