HARIE.ID, TAKENGON | Konsultan pengawas kegiatan pembangunan jembatan yang ambruk di komplek makam Reje Linge pada Kamis 19 Oktober 2023 lalu. Ia membantah anggaran yang dikucurkan Rp1,2 Miliar.
Hal tersebut disampaikan oleh Ir. Zia Ulhaq, ST. IPM, menurutnya, lanjutan pembangunan rumah adat Linge yang bersumber dari Dana Otonomi Khusus Aceh (Doka) tahun 2022 lalu secara keseluruhan senilai Rp1.175.100.000.
“Tidak sampai Rp1,2 Miliar. Untuk pembangunan jembatan itu hanya sebagian kecil dari item pekerjaan, hanya Rp140 juta,” kata Zia Ulhaq kepada HARIE.ID, Kamis 09 November 2023 didampingi PPTK Kegiatan, Mahdi.
Pembangunan jembatan menuju komplek makam Reje Linge itu kata dia, dibangun dengan kontruksi sederhana. Peruntukan nya hanya untuk pejalan kaki, bukan untuk dilalui kendaraan roda dua.
“Dibangun dengan kontruksi sederhana, bukan untuk kendaraan, hanya untuk pejalan kaki yang hendak jiarah ke situs sejarah makam Reje Linge,” katanya.
Pembangunan jembatan tersebut awalnya kata dia akan dibangun di tikungan sungai lokasi nya tak jauh dari jembatan ini dibangun. Namun terkendala oleh lahan masyarakat.
“Yang didesain di awal bukan disitu, tapi oleh masyarakat diminta pindah, kami juga sempat menolak, namun, berdasarkan hasil musyawarah akhirnya di titik yang sekarang dibangun,” kata Zia Ulhaq.
Jika dibangun sesuai dengan titik yang direncanakan di awal, arus air dapat dikendalikan (pecah dua-red), sehingga tak menggangu kontruksi jembatan.
“Ini kan hanya jembatan sederhana, apalagi sewaktu – waktu disana air nya deras, warga menyebut nya Wih Gile, dan arus ini tak dapat di prediksi,” ujarnya.
Jembatan dengan lebar 3 meter dan panjang 6 meter itu merupakan inventarisasi kebudayaan dan bukan milik desa.
“Fungsi nya untuk sarana wisata dan bukan untuk kepentingan kampung atau masyarakat setempat,” timpalnya.
Menurut konsultan pengawas ini, pembangunan jembatan itu telah terlaksana dengan kualitas dan kuantitas dan telah sesuai dengan perencanaan.
“Jika masalah mutu beton secara kualitas sudah sesuai dengan RAB, baik itu kuantitas secara volume. Hanya saja force majeure ini kehendak tuhan,” lukasnya.
Secara persentase, anggaran untuk pembangunan jembatan tersebut hanya 12 persen dari total anggaran, selebihnya untuk pembangunan rabat beton, turap serta pagar di kawasan makam Reje Linge sesuai kontrak yang ada.
Bahkan, ia juga membantah jika pembangunan itu disebut gagal kontruksi. Pernyataan gagal harus dinyatakan lewat Laboratorium.
“Gagal kontruksi itu harus dari Lab dan harus ada dasar nya. Ini hanya kontruksi sederhana dan sudah sesuai untuk peruntukannya pejalan kaki. Seharusnya jembatan Bailey dibangun disana,” demikian Zia Ulhaq.
Penulis | Arinos