HARIE.ID, TAKENGON | Aksi tegas Pemerintah Daerah Aceh Tengah dalam menertibkan alat tangkap ikan cangkul padang dan Cangkul dedem di Danau Lut Tawar memicu gelombang protes dari sebagian warga.
Di balik ketegangan tersebut, Sekretaris Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Aceh Tengah, Hamzah menyoroti penertiban alat tangkap destruktif itu adalah langkah penting demi menjaga ekosistem danau yang selama ini menjadi kebanggaan masyarakat di Kabupaten tersebut.
“Sebagai putra daerah, kami sangat khawatir dengan nasib ikan endemik seperti mujahir, depik, dan berbagai spesies lainnya yang terus terancam punah karena metode tangkap yang merusak,” kata Hamzah lewat keterangan tertulisnya yang diterima Harie.id, Selasa 13 Mei 2025.
Namun di balik langkah penyelamatan lingkungan ini, timbul kegelisahan dari sebagian masyarakat yang terdampak secara ekonomi.
Beberapa pihak menuntut ganti rugi atas pembongkaran alat tangkap mereka, namun Hamzah menilai tuntutan tersebut tidak dapat diakomodir oleh pemerintah.
“Permintaan ganti rugi itu sangat bertolak belakang dengan aspirasi para nelayan tradisional yang selama ini justru menjadi korban. Pendapatan mereka merosot sejak keberadaan alat tangkap ilegal tersebut. Maka, jika pemerintah mengabulkan tuntutan ini, justru akan membuka luka baru,” tegas Hamzah.

Ia menambahkan, pemerintah harus tetap tegas dan konsisten. “Cangkul padang dan cangkul dedem ini bukan hanya ilegal, tapi juga sangat merusak kekayaan ekosistem Danau Lut Tawar. Keputusan sudah tepat, tinggal bagaimana kita menata kembali aktivitas perikanan agar lebih berkelanjutan,” katanya.
Hamzah juga mendesak pemerintah daerah untuk segera menertibkan sistem budidaya keramba yang masih semrawut.
“Penataan keramba juga harus masuk dalam agenda pembenahan, supaya semua pihak, baik lingkungan, nelayan, maupun masyarakat luas mendapatkan keadilan,” pungkasnya.
| ARINOS